REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Sejumlah warga Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, mengeluhkan maraknya pembangunan rumah di wilayah Desa Padaasih, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Pembangunan di desa itu dinilai menjadi penyebab terjadinya banjir di kelurahan tersebut.
Salah seorang warga RW 4, sebut saja Asep menuturkan, banjir sudah mulai terjadi sejak tiga tahun belakangan. Padahal, dulu, jika hujan deras, daerah pemukiman di kelurahan Citeureup tidak pernah banjir. Debit air di selokan pun tidak pernah meluap.
"Sering banjir sekitar tiga tahun terakhir," kata warga asli Citeureup ini, baru-baru ini.
Air yang mengalir ke selokan-selokan permukiman di Kelurahan Citeureup itu datang dari Desa Padaasih yang berbatasan dengan kelurahan tersebut. Wilayah Desa Padaasih berada lebih tinggi dibandingkan dengan Kelurahan Citeureup.
Dia menyayangkan fungsi daerah resapan air di Padaasih itu kini telah tiada dan malah menjadi permukiman. Padahal, menurut dia, produktivitas lahan pertanian dan perkebunan di sana cukup tinggi.
Asep pun heran dengan maraknya pembangunan di Padaasih itu. Orang biasa amat sulit untuk bisa memperleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari kecamatan. Namun, di sisi lain, rumah-rumah besar di sana banyak yang berdiri. "Kenapa perumahan di atas itu banyak. Itu liar, berizin atau gimana," ujar dia.
Rumah-rumah yang berdiri di Padaasih, beragam. Ada yang berupa cluster, dan ada pula rumah-rumah elit. Paling murah, kata dia, harga rumah di sana di kisaran Rp 500 juta. Di wilayah Padaasih itu pun tidak ada rumah bersubsidi.
Ada beberapa RT di RW 4 yang kerap menjadi langganan banjir, yakni RT 2 dan RT 5. Di RT 2 itu, terdapat sekitar 157 keluarga, sedangkan di RT 5 ada sekitar 154 keluarga. Total keluarga yang biasa terdampak banjir saat hujan deras, menurut sumber itu, 20 keluarga di RT 2 dan 50 keluarga di RT 5. Jika banjir di RT 5 tergolong cepat surut sedangkan yang di RT 2 agak lama. Paling parah, ketinggian banjir di sana mencapai sekitar 75 cm.
Secara keseluruhan, RW yang rawan terkena banjir yaitu RW 5, 4, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, dan 15. Selain itu, lanjut dia, kolam pemancingan yang berada di sana, pun menjadi kerap meluap saat hujan deras. Padahal, sebelumnya, pada 2012 ke belakang, kolam tersebut tidak pernah meluap hingga membanjiri pemukiman warga.
Pemkot Cimahi, lanjut dia, sering melakukan perbaikan terhadap drainase sisi jalan di Kelurahan Citeureup. Namun, upaya ini akan percuma jika pada akhirnya pembangunan di Padaasih tetap marak. Karena, tentu daya tampung drainase tidak akan kuat menahan debit air yang turun dari Padaasih. "Sudah bikin drainase. Tau-tau percuma karena tidak bertahan lama," ujar dia.
Warga Citeureup juga sering mengadakan pertemuan untuk membahas perihal kondisi tersebut. Misalnya, sempat beberapa kali digelar sebuah acara yang membahas soal pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU). Kecamatan Cimahi Utara dan Cisarua termasuk dalam KBU. "Sering ada pertemuan atau penyuluhan tentang KBU. Tapi itu hanya omongan saja," kata dia.
Karena itu, warga Citeureup meminta agar pemerintah KBB lebih memperhatikan kawasan KBU. Sebab, di KBU itu, banyak sekali perumahan. "Katanya KBU kan dilarang mendirikan perumahan, tapi ini malah banyak rumah elit yang berdiri di sana," tutur dia.
Hal senada diutarkaan Ketua RW 6 Kelurahan Citeureup Cimahi Utara, Amaludin. Ia mengatakan, pembangunan rumah di Desa Padaasih KBB terus-menerus dilakukan. Saat ini, menurut dia, terdapat tiga perumahan yang tergolong cukup besar di desa tersebut.
Warganya pun sudah sering rapat untuk membicarakan soal banjir yang kerap melanda permukiman di RW-nya. Warga selalu sepakat untuk terus meminta Pemkab Bandung Barat menghentikan pembangunan apapun, termasuk rumah, di Desa Padaasih. Sebab, kalau di Padaasih terus didirikan rumah, maka akan mengakibatkan banjir di Citeureup, termasuk di wilayah RW 6.
"Harus disetop. Kalau dibangun terus, susah ke bawahnya. Enggak ada penyerapannya. Di sini kan susah nampungnya, karena pembuangan air dari sana kan mengalir ke sini semuanya," kata dia.