REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengamankan penerimaan negara terhadap kasus penyelundupan barang-barang impor.
"Dirjen Bea dan Cukai terbantu karena ada asistensi dari KPK terhadap penindakan dan pengawasan barang-barang impor yang ilegal," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi ditemui usai rapat koordinasi dengan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/6).
Rapat koordinasi antara Dirjen Bea Cukai dan KPK bertujuan untuk membicarakan penerimaan negara dan perlindungan industri dalam negeri dari barang-barang impor tidak benar. Heru mengatakan koordinasi supervisi (korsup) yang dijalin dengan KPK dapat menghindari kasus penyelundupan sekaligus mengoptimalkan kepastian barang impor yang masuk adalah barang berizin dan sesuai dokumen.
Dia mengungkapkan Dirjen Bea dan Cukai beberapa waktu lalu memperoleh temuan daging dari luar negeri yang diberitahukan sebagai monosodium phosphate. "Daging itu tidak diberitahukan sebagai daging, tapi monosodium phosphate," kata Heru.
Sementara itu, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan membenarkan mengenai adanya pelaporan palsu barang impor. Misalnya dalam laporan disebutkan barang yang memiliki bea masuk rendah, namun pada kenyataan barangnya tidak sesuai dengan yang ada di laporan.
"Ada beberapa laporan, dilaporkan barang A dengan bea rendah, tapi ternyata (isinya) barang B. Ini yang merugikan penerimaan negara menurut KPK," kata Pahala.
Koordinasi dan supervisi antara KPK dan Dirjen Bea dan Cukai bertujuan untuk tiga hal, yaitu mengamankan penerimaan negara, membantu penguatan mekanisme internal di dalam, dan membantu bea cukai dalam menghadapi intervensi dari luar.
"Secara spesifik misalnya proses pengadaan pita cukai, jadi kami akan kirim sinyal yang kuat pada pihak luar bahwa kami bekerja dengan Dirjen Bea dan Cukai untuk membantu proses pengadaan yang sesuai aturan," kata Pahala.