REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR dan Pemerintah akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menjadi Undang-Undang. Meskipun, ada beberapa pasal yang masih mendapat pertentangan saat pengambilan keputusan pengesahan UU Pilkada.
Ketua DPR RI, Ade Komarudin (Akom) mengatakan, pihaknya memersilakan setiap pihak yang dirugikan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika dirugikan atas pengesahan UU Pilkada.
"Kalau masyarakat pada umumnya yang tidak terlibat partai politik silakan judicial review, itu hak mereka," ujarnya di kompleks parlemen Senayan, Jumat (3/6).
Akom menambahkan, yang tidak dibolehkan untuk mengajukan judicial review adalah partai politik di DPR RI. Sebab, Parpol maupun fraksi merupakan bagian dari pihak yang membahas serta mengesahkan UU Pilkada.
Dua fraksi di DPR RI dinilai memang masih belum sepenuhnya menerima putusan pengesahan UU Pilkada. Dua fraksi itu adalah Gerindra dan PKS.
Mereka masih beranggapan bahwa pasal yang mewajibkan seorang Anggota DPR DPD maupun DPRD mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai calon kepala daerah tidak perlu dimuat. Anggota DPR DPD dan DPRD hanya perlu mengajukan cuti selama menjadi calon kepala daerah.
Akom menduga, kalaupun ada partai yang belum sepakat soal pasal pengunduran diri anggota DPR DPD dan DPRD, mereka dapat melakukan judicial review melalui jaringan-jaringan yang dimiliki. Hal ini dinilai sah saja selama memang tidak berkaitan langsung dengan partai maupun fraksi di DPR RI.
"Yang celaka mereka (partai dan fraksi) melalui tangan-tangan yang lain, kalau yang mengambil keputusan disini, melalui jaringan-jaringannya, ya sah saja," katanya.