REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota Bogor mengaku tidak khawatir kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak reklame rokok setelah penerapan peraturan daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2015 yang melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor tembakau di kota tersebut.
"Dulu yang kita khawatirkan begitu (berkurang PAD), kan iklan rokok terkenal bayarnya mahal. Sebetulnya dalam aturan kami kalau iklan hitungan pajaknya per meter persegi, itu semua sama baik itu rokok maupun produk lainnya," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Rubaeah saat ditemui usai acara peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2016 dengan tema "Selamatkan Generasi Muda!" di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Jumat (3/6).
Pascapenerapan perda tersebut, papan-papan reklame di Kota Bogor yang sebelumnya digunakan untuk mengiklankan rokok kini digantikan dengan produk lain seperti jaringan seluler atau produk makanan. "Malah saling berebut antarproduk itu untuk ditempatkan di lokasi-lokasi strategis," kata Rubaeah.
Tidak hanya iklan dan reklame, Pemkot Bogor juga melarang penyelenggaraan kegiatan yang disponsori perusahaan dan yayasan (foundation) rokok. Pemerintah mengaku sempat kecolongan saat tahun lalu, turnamen bulu tangkis yang disponsori salah satu yayasan perusahaan rokok diselenggarakan di Kota Bogor.
"Sempat berlangsung tapi untung ketahuan, akhirnya kita protes dan kemudian dibubarkan. Turnamen kemudian dipindah ke luar Kota Bogor," ujar Rubaeah.
Untuk mewujudkan misi sebagai kota sehat dan hijau, Pemkot Bogor juga telah menerapkan Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Saat ini, kota yang dijuluki kota hujan itu telah memiliki delapan kawasan tanpa rokok.
Atas usaha dan komitmennya mengampanyekan pengendalian tembakau, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto memperoleh penghargaan dari Komnas Pengendalian Tembakau dalam peringatan HTTS 2016.