Rabu 01 Jun 2016 23:31 WIB

'Hindari Pelajar Radikal, Metode Pelajaran Agama Harus Dibenahi'

 Mata pelajaran agama  (ilustrasi)
Foto: Antara
Mata pelajaran agama (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan agama  dan seleksi guru agama lebih realistis dibenahi agar pelajar tidak bersikap radikal. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila  (P4) juga perlu ditata ulang  agar para pelajar paham soal kebhinekaan dan pentingnya damai dalam  kehidupan.

 “Pendidikan agama  di sekolah semestinya lebih menekankan pada dimensi sosialnya dan tidak  hanya berfokus pada dimensi vertikal yang bersifat dogmatif," kata pemerhati dunia pendidikan, Darmaningtyas kepada media, Rabu (1/6)

Menurutnya, jika pendidikan agama ditekankan pada dimensi relasi sosial maka cenderung akan mengajarkan toleransi. Ini akan berpengaruh pada pelajar untuk lebih toleran terhadap sesama dan tidak bersikap radikal.

“Yang mendesak untuk dibenahi adalah sistem atau metode dan isi pelajaran agama di sekolah. Isi pelajaran agama itu penting, harus disusun oleh orang-orang yang mumpuni,” kata Darmaningtyas. Mumpuni yang dimaksud Darmaningtyas adalah yang punya wawasan kebangsaan tinggi, bukan orang-orang yang mengajarkan hal-hal bersifat dogmatif saja.

Selain itu, menurut Darmaningtyas, guru agama mengambil peran agar pelajar tidak menjadi intoleransi atau radikal. Pendidikan agama yang berada di punggung guru bagai pedang bermatadua. Satu sisi bisa menangkal radikalisme, disisi lain justru bisa melahirkan radikalisme agama. “Jangan sampai pendidikan agama yang salah bisa menjadikan seseorang menjadi radikal,” Darmaningtyas.

Karena itu menurutnya, seleksi guru agama sangat penting. Karena aliran atau ideologi oleh guru agama betul-betul harus sesuai dengan ketentuan yang ada . “Jangan mereka yang berideologi anti Pancasila jadi guru agama, hanya karena sarjana agama," katanya.

Di sisi lain, guru besar Universitas Islam Negeri (UN) Syarif Hidayatullah Jakarta,Bambang Pranowo, menjelaskan bahwa fenomena intoleransi di kalangan pelajar karena ada kekosongan di beberapa fase soal citizenship. “Ada kekosongan tentang kewarganegaraan, apalagi tentang Pancasila,” kata  Prof Bambang.

Menurutnya, semua pihak harus menanamkan keberagaman yang damai, menggambarkan wawasan kebangsaan dan kebhinekaan kepada para pelajar. “Karena hal-hal positif itu harus ditanamkan sejak dini,” kata Prof Bambang.

Guru besar senior ini mencontohkan  soal Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila  (P4). “Konsep-konsepnya sebenarnya baik, namun karena sangat indoktrinatif, P4 dihilangkan,” kata Prof Bambang. Padahal semestinya, harus tetap ada, hanya segi-segi negatifnya harus dihilangkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement