REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, mengatakan pemerintah semestinya memiliki mekanisme pasti dalam menentukan hari libur nasional. Pihaknya menyatakan ada dampak signifikan dalam penambahan satu hari libur nasional.
"Kalau dikatakan mengurangi produktivitas, memang benar. Sebab, ada pengurangan jam kerja setelah ada penambahan satu hari libur nasional," ujar Hariyadi ketika dikonfirmasi Republika, Rabu (1/6).
Penetapan 1 Juni sebagai hari libur nasional, tutur dia, bisa saja memberi peluang penetapan hari libur lain di pemerintahan selanjutnya. Dia mencontohkan penetapan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional saat era Presiden Abdurrahman Wahid atau hari buruh saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila dan libur nasional pun dinilai tertutup dan tiba-tiba. "Semestinya ada kajian dulu yang mendalam, terkait relevansi dan urgensinya. Ke depan kami sarankan agar untuk menentukan hari libur nasional pemerintah punya mekanisme yang pasti," ungkap Hariyadi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, penambahan libur nasional secara jangka panjang berdampak kepada peningkatan produktivitas kerja nasional. Sebab, nantinya masih ada cuti bersama atau hari terjepit nasional yang belum diperhitungkan.
Menurut Hariyadi, long weekend saat libur nasional dapat berdampak penurunan 15 persen kunjungan di sektor perhotelan. Di sisi industri umum pun, penambahan hari libur diperkirakan berdampak besar pada kinerja, hasil kerja dan pencapaian kerja.
"Saat ini, dalam sepekan rata-rata jam kerja nasional sebanyak 40 jam. Jika libur nasional ditambah, lalu ada long weekend dan sebagainya, bisa dibayangkan bagaimana kerugian dari sisi pengusaha," tambah dia.