Jumat 27 May 2016 23:13 WIB

Crisis Center Karhutla Bisa Adopsi Program Desa Bebas Api

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Foto: Antara
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Program desa bebas api alias Fire Free Village Program/FFVP sebagai upaya preventif pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa menjadi program unggulan dalam membangun kelembagaan crisis center di Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Tony Wenas di Jakarta, Jumat (27/5), mendukung upaya pemerintah membangun crisis center penanganan karhutla. Kegiatan yang dimotori Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu menunjuk beberapa korporasi sepertin PT RAPP, PT Asian Agri dan PT Triputra sebagai pilot project.

Menteri Koordinator bidang Ekonomi Darmin Nasution mengharapkan pembentukan crisis center dapat selesai dalam waktu dekat. Targetnya, kelembagaan tersebut harus mampu mampu menyentuh akar persoalan yakni masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Karena itu, kata Darmin, crisis center itu harus fokus di 731 desa yang berada di tujuh provinsi rawan kebakaran yang desanya berdekatan dengan konsesi perusahaan.

Tony Wenas mengatakan FFVP telah teruji dan mampu mengurangi luasan areal kebakaran secara signifikan di sekitar kawasan konsesi RAPP. Program ini terus kami kembangkan dan kini telah memasuki tahun ketiga dengan mengusung 20 desa peserta.

”APRIL group sebagai induk perusahaan PT RAPP sangat mengapresiasi pendekatan pemerintah untuk membentuk crisis center. Kami juga bangga karena secara tidak langsung program FFVP yang kami gagas mendapat pengakuan pemerintah,” kata Tony Wenas.

Tony Wenas mengatakan FFVP mempunyai beberapa keunggulan seperti perencanaan partisipatif yang melibatkan masyarakat, membangun budaya sadar bencana serta mampu membangun perekonomian desa-desa yang mempunyai komitmen tinggi menjaga wilayahnya dari kebakaran. "Persoalan kebakaran harus fokus pada pencegahan karena akar persoalan karhutla adalah masalah sosial dan tenurial," kata Tony Wenas.

Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG) Nurwadjedi mengatakan upaya terpenting dalam penanggulangan karhutla adalah memetakan desa-desa di sekitar kawasan hutan karena akar masalahnya adalah persoalan sosial.

"Hasil pemantauan kami menunjukkan, sekitar 90 persen kebakaran dilakukan masyarakat. Karena itu, crisis center harus mempunyai program pencegahan kebakaran di tingkat desa yang mampu membantu penyelesaian persoalan sosial dan ekonomi yang terjadi ditengah masyarakat," kata Nurwadjedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement