REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menekankan pentingnya dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sebelum memulai industri energi di Indonesia. "Kelengkapan dokumen Amdal akan membuat urusan perizinan bisa menjadi lebih cepat," kata Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK San Afri Awang dalam Konvensi dan Pameran ke-40 Indonesian Petroleum Association (IPA), Kamis (26/5).
Menurut Awang, lamanya perizinan di sektor migas lazim disebabkan oleh ketidakberesan dokumen Amdal, di mana itu disusun dengan tidak benar dan "abal-abal". Oleh karena itu, dia meminta agar investor memerhatikan dengan serius masalah ini dan membentuk tim Amdal yang solid.
KHLK melakukan kajian ketat sebelum mengeluarkan perizinan dan memastikan wilayah yang dipakai untuk industri bersih dari konflik sosial. "Konflik ini bisa sangat sulit diselesaikan," ujar Awang.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Eksplorasi Indonesia Andang Bachtiar mengusulkan agar permasalahan perizinan industri sektor energi diinformasikan ke Dewan Energi Nasional yang Ketua Hariannya adalah Menteri ESDM. Menurutnya, fungsi DEN harus dimaksimalkan sebab di sana persoalan energi lintas sektor bisa dibicarakan.
Namun, usulan Andang dikritisi oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha yang juga hadir dalam kesempatan yang sama. Menurut Satya, peran DEN adalah membuat kebijakan jangka panjang, bukan praktis. Politisi Partai Golkar ini memiliki ide agar pemerintah membentuk gugus tugas ("task force") khusus untuk persoalan perizinan. Kalaupun tidak, lanjut dia, bisa memanfaatkan keberadaan SKK Migas.