REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Ketua Majeliis Perwakilan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan mengatakan, tujuan akhir Indonesia merdeka adalah keadilan sosial bagi seluruh Indonesia. Namun pada praktiknya saat ini masih banyak kesenjangan sosial, terutama antara si kaya dan si miskin. Kesenjangan ini juga sangat terlihat jelas.
"Karenanya ancaman nyata negeri kita bukanlah soal komunis, tetapi kesenjangan sosial," ujarnya saat menjadi pembicara dalam sidang pleno I Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) di Universtas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (23/5). Zukifli mencontohkan, adanya kesenjangan pembangunan di Pulau Jawa dan pulau lain di luar Pulau Jawa.
Ancaman lain bagi bangsa Indonesia yang harus mendapat perhatan serius adalah masalah kedaulatan rakyat. Menurut Zulkifli, saat ini bangsa Indonesia harus meluruskan kembali filosofi Pancasila, teruma dalam hal kedaulatan rakyat.
Zulkifli menilai praktik kedaulatan rakyat belum berhasil direalisasikan di Indonesia. Hal ini tercermin dari praktek pemilihan umum di Indonesia. Dimana calon dalam pemilihan umum tidak akan dimenangkan tanpa adanya sponsor.
"Ini contoh praktek kedaulatan belum dapat dipraktekkan dengan baik. Dengan demikian haluan negara harus memuat Pacasila yang bersifat filosofis dan ideologis," ujarnya.
Zulkifli berharap melalui KNIB ini bisa menunjukkan haluan seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia ke depan.
Sementara itu Mantan Presiden Boediono dalam kesempatan yang sama mengatakan, konsep negara sejatera merupakan end goal atau tujuan akhir dari bangsa Indonesia. Hal ini berkaitan dengan latar belakang bangsa Indonesia yang sangat beragam. “Lain seperti negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan. Indonesia memiliki masalah kohesi yang beragam. Sehingga menjadi negara yang sejahtera menjadi tujuan akhir kita,” katanya.
Hingga saat ini, program-program untuk merealisasikan Indonesia yang sejahtera sudah dimulai dengan bidang kesehatan, gizi, tenaga kerja, pemerataan kesejahteraan dan lain sebagainya. Program-program tersebut berwujud seperti wajib belajar 12 tahun, dana abadi untuk beasiswa miskin ataupun prestasi, upgrade intensif untuk guru, sistem jaminan sosial nasional dan lain sebagainya.
“Meskipun demikian catatannya adalah belum semua program berjalan mulus, sehingga tugas kita untuk meningkatkan efektifitas tersebut,” ujarnya.