Senin 23 May 2016 08:28 WIB

Begini Jurus KPK Buru Calo Izin Bisnis Kehutanan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Achmad Syalaby
Kebakaran hutan dan lahan di Desa Buruk Bakul, Bengkalis, Riau, Jumat (13/2).
Foto: Antara
Kebakaran hutan dan lahan di Desa Buruk Bakul, Bengkalis, Riau, Jumat (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- JAKARTA--Indikasi penyalahgunaan izin lahan perkebunan sawit disulut oleh maraknya calo izin di seputaran bisnis bidang kehutanan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun berupaya menindak para pelakunya dimulai dengan membenahi data-data usaha kehutanan.

"Strateginya itu mulai dari baseline data, selama ini pemberian izin hanya diketahui nama perusahaannya saja, tapi performa perusahaan, pengusaha terkaitnya, tidak pernah dievaluasi," kata Peneliti Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan KPK Hariadi Kartodiharjo kepada Republika.co.id, Ahad (22/5).

Terdapat sekitar 4,6 juta hektare kawasan hutan yang sudah diizinkan untuk dibuka agar menjadi perkebunan sawit. Hal tersebut terjadi sejak sepuluh tahun yang lalu dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama Sumatera dan Kalimantan. Motif para pemohon izin pada awalnya bukan untuk membuka perkebunan sawit melainkan mengambil kayu-kayu di hutan.

Keberadaan calo izin pun menjadi marak, dimulai dari longgarnya syarat perizinan. Dari hasil pembicaraan dengan kantor pajak wilayah Pontianak, Jambi dan wilayah lainnya, mereka kesulitan memeroleh data usaha perusahaan-perusahaan di bidang kehutanan, termasuk di lahan perkebunan sawit. Padahal, ada 15 data yang diperlukan untuk memastikan para pengusaha taat membayar pajak.

"Pertanyaannya, kenapa Pemda kok tidak semangat menarik PPn, PPh, atau pajak lainnya padahal itu untuk meningkatkan pendapatan daerahnya," lanjutnya. Maka terdeteksilah banyak penyelewengan izin di mana diindikasi ada banyak calo dan perizinan yang tidak memenuhi syarat pengusahaan lahan berkelanjutan. Pemberian izin diindikasi berdasarkan semangat kolusi maupun memperkaya diri sendiri.

Dia menjelaskan, menyoal penyalahgunaan izin lahan perkebunan tak sebatas penjualan kepada perusahaan asing. Sebab, urusan investor asing dan domestik saat ini sudah sulit dibedakan karena terkait jaringan bisnis. Jika para investor, baik asing maupun nasional melakukan penanaman modal dibarengi taat prosedur, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

Yang menjadi sorotan yakni longgarnya perizinan yang berdampak pada minimnya data pengusahaan hutan di Indonesia. Makanya KPK harus turun tangan mendampingi Kanwil Pajak dan dinas daerah dalam mengumpulkan data-data perusahaan yang memanfaatkan lahan skala luas. 

"Di Jambi, Dinas Perkebunannya minta data ke perusahaan, tapi tidak ditanggapi, lalu kita minta mereka kirim ulang surat sekali lagi dan laporannya harus ditembuskan ke KPK," tegasnya. 

Pembenahan data, penelusuran serta penindakan calo-calo izin usaha bidang kehutanan akan memengaruhi minat investasi bidang kehutanan, tergantung motif masing-masing pemodal. "Untuk dunia swasta, kelihatan jika investor berniat baik, ia akan menjalankan prosedur dengan benar dan meningkatkan efisiensi usaha," tuturnya.

Namun ketika investasi diiringi banyak praktik kolusi, hal tersebut hanya akan berdampak kerugian meskipun prosesnya terasa instan. Mereka akan lebih boros karena harus "setor" kepada para calo izin yang rentan dibuntuti penegak hukum. 

Saat ini kegiatan penelusuran terhadap calo izin usaha maupun praktik penyalahgunaan izin pembukaan perkebunan sawit masih dalam tahap verifikasi. Sehingga datanya belum dapat dibuka ke ranah publik. Kegiatan tersebt dilakukan bersama-sama dengan Pemda di 12 provinsi. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement