Ahad 22 May 2016 09:01 WIB

Dana Desa Harus Perhatikan Kearifan Lokal

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
 Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar blusukan tinjau penggunaan Dana Desa.
Foto: dok. Kemendesa
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar blusukan tinjau penggunaan Dana Desa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepemimpinan Jokowi-JK memberi harapan baru dalam pemerataan pembangunan hingga ke pelosok-pelosok desa. Pembangunan pun kini berkiblat ke perdesaan dengan adanya anggaran khusus bernama dana desa.

Peneliti Merapi Cultural Institute (MCI), Hrb Binawan mengatakan adanya pembangunan desa patut disyukuri mengingat masih besarnya ketimpangan pembangunan antara desa dan kota sehingga memicu angka urbanisasi yang tinggi. Namun demikian, selain mempertimbangkan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), pembangunan desa hendaknya dalam pelaksanaannya memperhatikan analisis dampak sosial-budaya.

"Pembangunan desa jangan sampai menabrak kearifan-kearifan lokal yang akhirnya menjadi pemicu hancurnya semangat gotong-royong, kekeluargaan dan belarasa," ujar dosen di Institut Teknologi Yogyakarta (ITY) ini.

Harus diakui, kata dia, di tengah arus modernisasi yang begitu deras, tradisi perdesaan menjadi oase bagi nilai-nilai kemanusiaan universal. Desa yang adalah pusat harmoni kehidupan yang humanis memberikan nuansa kedamaian batin yang mendalam. Tak heran kini banyak dijumpai berbagai aktivitas bisnis yang 'menjual' nuansa pedesaan. Karena pada dasarnya, kita selalu rindu suasana desa yang 'manusiawi'.

Faktanya, kata Binawan, penggerusan nilai-nilai tradisi terus merambah ke perdesaan. Semangat musyawarah mufakat yang menjadi ruh kehidupan desa, kini mulai kurang dihiraukan. Di beberapa desa dijumpai beberapa rencana pembangunan akhirnya harus gugur di tengah jalan. "Setelah ditanya ke penduduk desa, ternyata mereka merasa tidak diberitahu perihal rencana itu sehingga mereka pun enggan mengerjakannya," kata dia.

Gotong-royong yang dahulu menjadi ciri khas perdesaan, kini sedikit demi sedikit mulai luntur. Pekerjaan membuat sarana umum yang dahulu dikerjakan secara bersama-sama secara sukarela dan tanpa upah, kini rasa-rasanya hampir sulit dilakukan. Bagaimana tidak? Struktur bangunan saat ini rata-rata memiliki struktur yang rumit sehingga perlu mendatangkan tenaga ahli minimal sebagai pendamping.

"Kehadiran pendamping tak jarang justru mengendurkan niat gotong-royong dari para warga," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement