Sabtu 21 May 2016 23:02 WIB

Hari Kebangkitan Nasional Momentum Gerakan Muliakan Guru

Guru honorer yang tergabung dalam Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) mengikuti aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (12/2). (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Guru honorer yang tergabung dalam Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) mengikuti aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (12/2). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2016 dinilai menjadi momentum tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan, terutama pemuliaan para guru yang diimbangi sekaligus dengan peningkatan kualitas mereka.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII), Prasetyo Sunaryo mengatakan kasus pemenjaraan guru bidang studi biologi SMPN I Bentaeng Sulawesi Selatan, Nurmayani, membuat miris para pemerhati dunia pendidikan Tanah Air.

Prasetyo mengatakan, mestinya orang tua jangan marah ketika anak mereka yang memang salah mendapat sanksi dari guru.

Kendati demikian, ia mengingatkan agar para guru, sebagai pendidik hendaknya tidak berbuat semena-mena dan harus meningkatkan kualitas diri. "Jangan lupa guru itu digugu lan ditiru," katanya dalam Focuss Group Discussion di Jakarta, Sabtu (21/5).

Hadir dalam FGD yang bertemakan "Peningkatan Kualitas Guru/ Tenaga Pendidik" itu, dihadiri tak kurang dari 150 guru atau tenaga pendidik dari wilayah Jabodetabek.

Menurut Prasetyo, dasar konstitusinya adalah UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 Pasal 40 ayat 2. UU tersebut menegaskan, pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, serta mempunya komitemen secara profesional utuk meningkatkan mutu pendidikan dan memberikan teladan.

Prasetyo mengajak masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan menghormati guru dan pendidik yang dinilai terasa semakin menipis. Gerakan ini penting mengingat sebuah bangsa akan dianggap beradab bila mampu menghormati sosok guru.  

Rektor Universitas Atthahiriyah Jakarta, Bedjo Sujanto mengatakan tak jarang muncul salah persepsi menyikapi kebijakan pemerintah terkait dengan guru.

Ia menyebut misalnya, sertifikasi disalah artikan sekadar sebagai peningkatan kualitas diri, padahal anggapan itu salah.

Mestinya, sertifikasi itu memang hanya untuk mendongkrak pendapatan guru. Dengan sertifikasi, penghasilan guru meningkat. "Yang benar itu lewat sertifikasi gaji guru naik satu kali lipat," kata sosok yang juga pernah menjabat sebagai rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.    

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement