Sabtu 21 May 2016 21:58 WIB

Sekjen PPP: Politikus 'Mualaf' tak Mau Islah

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Karta Raharja Ucu
Bendera PPP
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Bendera PPP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PPP hasil Muktamar VIII, Arsul Sani, mengungkapkan, masih ada sejumlah pihak di PPP yang belum menerima islah seutuhnya. Arsul pun menyebut, pihak-pihak tersebut adalah politikus 'mualaf' yang baru bergabung di PPP pada akhir tahun 2014.

Bahkan, Arsul menyebutkan, para politikus 'mualaf' itu tidak memilih PPP dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 2014 silam. ''Yang keukeuh belum mau islah itu sesungguhnya segelintir politisi 'mualaf' di PPP. Di antara mereka bahkan ada yang baru bergabung di PPP pada akhir 2014. Jadi dalam Pileg April 2014-pun sepertinya (mereka) belum memilih PPP,'' ujar Arsul dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Sabtu (21/5).

Tidak hanya itu, Arsul menilai, para politisi 'mualaf' di PPP itu selalu memberikan penyesatan informasi terkait Putusan MA RI No.601 K/Pdt.Sus./2015. Putusan MA ini selama ini dianggap sebagai dasar sebagai keabsahan kepengurusan PPP dengan Ketua Umum Djan Faridz.

''Padahal putusan MA diatas mengabulkan gugatan intervensi dari H.Majid Kamil, putra Almukarom KH Maemum Zubair, bukan mengabulkan Djan Faridz. Mereka menginfokan seolah-olah dalam Putusan MA itu yang dikabulkan adalah gugatan Djan Faridz,'' ucap Arsul.

Sedangkan dalam prinsip hukum perdata, hanya pihak yang dikabulkan gugatannya yang berhak meminta putusan pengadilan dilaksanakan, dalam hal ini adalah Majid Kamil. Namun, saat ini, Majid Kamil telah berislah dan mengikuti Muktamar VIII PPP, April 2016 lalu. Bahkan, Majid Kamils juga sudah menjadi pengurus harian DPP PPP masa bakti 2016-2021 sebagai Ketua Bidang Penguatan Ideologi PPP.

Pun dengan tuntutan terhadap Menteri Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) untuk segera menjalankan Putusan MA tersebut. Padahal, Menkumham bukan pihak yang ikut digugat dan berperkara dalam Putusan MA tersebut.

Sehingga Menkumham tidak bisa dipaksa untuk melaksanakan Putusan MA itu. Terlebih, kubu kepengurusan Djan Faridz juga tidak bisa menjelaskan soal perubahan susunan kepengurusan tingkat pusat sebagai syarat administrasi pengesahan.

''Namun, kubu Djan Faridz tidak pernah membuka fakta-fakta diatas kepada publik. Sebaliknya, yang digemborkan kepada publik seolah-olah Menkumham tidak patuh pada hukum dan mengabaikan Putusan MA,'' ujar Arsul, yang juga terdaftar sebagai Anggota Komisi Hukum DPR RI tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement