Jumat 20 May 2016 19:57 WIB

Setara: Gelar Pahlawan untuk Soeharto Melawan Akal Sehat

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Setara Institute Hendardi.
Foto: Antara
Ketua Setara Institute Hendardi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar, melalui hasil putusan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), mengeluarkan wacana pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden RI, Soeharto.

Namun, wacana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden RI kedua itu masih menimbulkan kontroversi. Salah satunya mengenai adanya Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Menurut Ketua Setara Institute, Hendardi, bahkan dalam TAP MPR tersebut disebutkan secara ekplisit soal pengusutan atas kejahatan korupsi yang diduga dilakukan oleh Soeharto.

''Dan yang perlu diingat, Soeharto sama sekali tidak pernah dimintai pertanggungjawaban hukum,'' ujar Hendardi dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Jumat (20/5).

Alhasil, menurut Hendardi, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto memiliki dampak pada aspek hukum. Hendardi menambahkan, dalam pemberian gelar pahlawan mengandung makna etis yaitu sosok tersebut harus memiliki peran signifikan, berintegritas, dan tidak cacat moral dalam penyelenggaraan pemerintahan atau pembangunan bangsa.

''Sedangkan Soeharto, selain tersangkut banyak praktik korupsi di masa lalu juga diduga melakukan kejahatan politik dan pelanggaran HAM berat. Jadi usulan itu bukan hanya bertentangan dengan TAP MPR, tetapi juga melawan akal sehat publik dan etis,'' jelasnya.

Lebih lanjut, Hendardi menilai, usulan gelar bagi Soeharto itu bukan hanya ditujukan untuk memberikan penghargaan, tetapi secara implisit bertujuan memulihkan nama baik dan membersihkan dari seluruh dugaan kejahatan.

Tidak hanya itu, pemberian gelar pahlawan itu juga dapat menjadi landasan ekspansi politik para loyalis soeharto untuk mengokohkan kekuasaan baru.

Hendardi pun berharap, Presiden Joko Widodo mengabaikan usulan tersebut. Presiden Joko Widodo justru diharapkan bisa memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu akibat kebijakan politik Soeharto.

''Pemberian gelar pahlawan itu tidak hanya berimplikasi pada aspek hukum, tetapi juga memiliki makna luas dalam praktik politik,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement