Sabtu 21 May 2016 00:31 WIB

Kontras: Penegakan HAM Masih Macet

Sejumlah aktivis Sahabat Munir bernyanyi meneriakkan hak asasi manusia di Bundaran HI, Jakarta. (Republika/Agung Supriyanto)
Sejumlah aktivis Sahabat Munir bernyanyi meneriakkan hak asasi manusia di Bundaran HI, Jakarta. (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai penegakan hak asasi manusia (HAM) dan penyelesaian kasus-kasus HAM berat masih macet walaupun reformasi telah berjalan 18 tahun.

"Kita sudah masuk 18 tahun Reformasi tapi menurut saya kita masuk dalam situasi kemacetan karena pengadilan HAM tidak berfungsi sama sekali," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani dalam diskusi "Quo Vadis 18 Tahun Reformasi" di Jakarta, Jumat (20/5).

Selain tidak berfungsinya pengadilan HAM, indikator kemacetan penegakan HAM lainnya adalah mekanisme pengungkapan kebenaran yang bergaung di awal reformasi juga ditiadakan. "Mekanisme pengadilan HAM tidak berjalan. Janji penegakan HAM dalam Nawacita dan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) masih sebagai jargon kampanye," kata Yati.

Selain itu, masuknya militer dan mantan militer ke dalam pusaran politik juga melanggengkan kemacetan penyelesaian kasus-kasus HAM. "Para militer dan mantan militer yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban pelanggaran HAM berat justru masuk ke panggung politik. Mereka punya partai politik dan relasi yang kuat dengan pemerintah," kata Yati.

Berbagai indikator yang disebutkan sampai sekarang masih terjadi, dan fase tersebut akan terus langgeng selama masih mempertahankan oligarki kekuasaan seperti saat ini.

Yati mengungkapkan reformasi politik, terutama yang terkait dengan oligarki partai politik, mendesak untuk dilakukan agar pemimpin terpilih adalah mereka yang benar-benar memiliki kapasitas dan integritas, bukan sekadar memiliki modal. Selain itu, Yati menilai selama 18 tahun reformasi, pengembangan dalam aspek HAM, antikorupsi, dan lingkungan kurang menjadi prioritas.

"Pemerintah masih memprioritaskan bidang ekonomi, infrastruktur, dan stabilitas politik. Bidang-bidang tersebut adalah bidang yang kuat berhubungan dengan oligarki," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement