Jumat 20 May 2016 08:23 WIB

Kejahatan Seksual Terhadap Anak Lebih Kejam daripada Korupsi

Rep: C33/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Manajer Nasution berharap pelaku kejahatan seksual terhadap anak dihukum semaksimal mungkin. Termasuk diterapkan hukum kebiri.

Menurut dia, pendekatan yang digunakan aparat penegak hukum cenderung kaku dan konserpatif. Pelaku, kata dia, disamakan dengan korupsi atau maling sehingga pemutusan hukuman tidak inline dengan tuntutan UU Perlindungan Anak ataupun KUHP secara maksimal.

Ia berpendapat, kekerasan seksual terhadap anak terjadi karena pelaku mengganggap lebih kuat dan berkuasa dari korban. "Itu lebih kejam daripada koruptor," ucap dia di Jakarta, Kamis (19/5).

"Berdasarkan alasan perbuatan saja," kata Manajer melanjutkan, "pertimbangan hukumannya harus sudah memberatkan. Dengan demikian, Komnas HAM tidak merekomendasikan hukum kebiri. Lebih baik gunakan hukum seberat-beratnya. Sebaiknya Perpu Kebiri tidak sampai terbit."

Ia juga menyayangkan aparat hukum masih mengandalkan keberadaan bukti fisik seperti DNA pelaku yang masih melekat di tubuh korban, luka di alat kelamin atau anggota tubuh lain. Dari situ, menurut dia, muncul masalah karena para korban kekerasan sesksual baru melapor ke aparat beberapa hari, bahkan berbulan-bulan karena mereka harus meneguhkan mental dan batin terlebih dahulu.

"Akibatnya, dalam memproses perkara, aparat memakai pendekatan keraguan yang beralasan dan hanya membangun konstuksi kasus berdasarkan laporan para korban, tanpa disertai bukti forensik. Itu membuat jaksa dan hakim dalam pengambilan keputusan bersikap sangat berhati-hati dan tidak menjatuhkan hukuman maksimal," ujarnya.

Ia pun menyayangkan keterangan dari korban berusia anak kerap dipandang tidak valid. Selain itu  baginya, kendala kultural sering menghambat korban dan keluarganya cepat melaporkan peristiwa kekerasan seksual terhadap anak dengan alasan dipandang sebagai aib keluarga.

"Untuk itu aparat negara, seperti di Filipina, memberatkan pencarian bukti kepada pelaku, bukan korban. Saya mendesak pemerintah agar memperbaiki sistem pemidanaan pelaku kekerasan seksual daripada membuat peraturan baru untuk menjatuhkan pemberatan hukuman seperti kebiri kimiawi," kata dia mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement