Kamis 19 May 2016 16:46 WIB

Perppu Perlindungan Anak Tunggu Tanda Tangan Presiden

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Angga Indrawan
Khofifah Indar Parawansa
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) perlindungan anak kini tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menteri Sosial Khofifah Indarparawansa menyampaikan, proses harmonisasi draf perppu dengan kementerian dan lembaga pun telah dilakukan.

"Proses harmonisasi dengan kementerian lembaga juga sudah, jadi Insya Allah tinggal menunggu tanda tangan Presiden. Setelah itu, tentu pada masa sidang yang akan datang akan segera diteruskan ke DPR," kata Khofifah, di gedung Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jakarta, Kamis (19/5).

Menurut dia, di dalam perppu tersebut juga dicantumkan beberapa peraturan pemerintah. Ia memastikan, di dalam revisi kedua undang-undang perlindungan anak ini dicantumkan terkait pemberatan hukuman bagi para pedofil. Ia menjelaskan, opsi pemberatan hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual yakni sanksi kebiri, pemberian alat deteksi elektronik, dan publikasi identitas pelaku serta pemberian terapi psychosocial baik bagi pelaku maupun korban.

Khofifah mengatakan, pelayanan terapi psychosocial  penting dilakukan karena dapat menimbulkan trauma yang cukup dalam bagi korban dan keluarga. "Itu menjadi satu paket. Jadi pemberatan hukuman, tambahan hukuman dan psychososial terapi," jelas Khofifah.

Lebih lanjut, untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan tambahan hukuman agar membuat pelaku jera, perlu melihat di sejumlah negara yang telah menggunakannya. Khofifah menyebutkan, negara seperti Korea Selatan, Amerika Serikat, Australia, Jerman, Inggris, Filipina, serta Arab Saudi telah menerapkan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.

Sementara, bagi pelaku yang masih tergolong anak-anak, Khofifah menjelaskan, pemerintah masih akan tetap menggunakan undang-undang sistem peradilan pidana anak (SPPA). Di dalam undang-undang tersebut, diatur hukuman maksimal bagi pelaku anak-anak yakni separuh dari hukuman maksimal pelaku dewasa. 

"Maka di dalamnya pemberatan hukuman dan tambahan hukuman tidak berlaku bagi pelaku anak-anak," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement