REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta bertindak profesional dengan mengutamakan transparansi. Apalagi, KPU DKI baru saja menerima dana hibah Rp 478 miliar untuk menyelenggarakan pilkada.
"Kita udah ketemu 2-3 kali, saya sampaikan semua yang penting dibuat transparan, terutama sistem pengawasan setelah pemilihan. Supaya orang bisa lihat tidak ada kecurangan," katanya kepada wartawan, di Balai Kota, Senin (16/5).
Ia yakin, menjelang pilkada 2017 akan ada banyak serangan kepadanya. Oleh karena itu, ia berharap KPU bisa bertindak antisipatif dengan sistem yang transparan sehingga kecurangan dalam perhitungan suara dapat dihindari. "Karena saya melihat bisa saja fitnah macam-macam banyak. Jadi lebih baik dibuat transparan, seadil mungkin, baru orang bisa puas," ucapnya.
Selain itu, ia berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat bekerja maksimal agar segala kecurangan pemilu dapat diungkap. Ia menawarkan aplikasi Jakarta Smart City sebagai tempat pelaporan kecurangan. Apalagi, menurut dia, anggaran Bawaslu terbatas sehingga memengaruhi luas jaringannya.
"Kita sudah tawarkan Jakarta Smart City. Bawaslu kan tidak bisa membentuk banyak jaringan, dananya terbatas. Jadi biarkan dia buat program, orang melaporkan, ini dia bantu, mereka bisa lihat laporannya itu bisa melakukan penindakan," ujarnya.
Diketahui, KPU Provinsi DKI baru saja menerima dana hibah dari pemprov DKI sebesar Rp 478 miliar. Dana yang memang diterima KPU tiap lima tahun itu akan digunakan untuk menyelenggarakan pilkada. Pada periode sebelumnya, KPU hanya menerima Rp 158 miliar sehingga terdapat kenaikan anggaran hingga lebih dari dua kali lipat.