Kamis 12 May 2016 16:57 WIB

Bank Tanah Bisa Cegah 'Permainan' Industri Properti dengan Penguasa

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Achmad Syalaby
Pakar politik Adhie Massardi
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Pakar politik Adhie Massardi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Indonesia Bersih (GIB) pernah melakukan suatu investigasi. Hasilnya, sebagian besar modus operandi tindak pidana korupsi dilakukan lewat tanah. 

Misalnya saja kasus Hambalang yang berkaitan erat dengan faktor tanah. Tanah juga erat kaitannya dengan pemimpin baru yang terpilih dalam pemilihan kepala daerah. "Setiap kepala daerah yang menang pasti biasanya kebijakan pertamanya adalah penggusuran," kata koordinator GIB Adhie Massardi dalam konferensi pers bertema 'Indonesia Butuh Bank Tanah' di Jakarta, Kamis (12/5).

(Baca: Indonesia Butuh Bank Tanah Atasi Penggusuran).

Penggusuran, kata Adhie, bisa jadi menjadi bagian permainan antara industri properti dan penguasa. Menurut dia, jika ada bank tanah maka hal-hal tersebut tidak ada terjadi karena lahan kosong sudah terdeteksi di dalamnya. "Bank tanah seharusnya 10 tahun lalu sudah terjadi," kata Adhie.

Meski begitu, tidak ada kata terlambat untuk menghadirkannya di Indonesia. Dia berharap bank tanah bisa muncul di Indonesia tahun ini. Namun Indonesia lebih dulu memerlukan payung hukum yang mengatur kehadiran bank tanah. Dia menjelaskan, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 tidak cukup kuat memayunginya. 

Adhie pun tidak pernah mendengar Presiden Joko Widodo menyinggung soal bank tanah. Padahal pemerintahan saat ini berkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur. Sebagian besar masalah pembangunan infrastruktur terletak di tanah. Investor kesulitan mencari lahan. 

Dia menyebut selain program infrastruktur, soal ketahanan pangan bisa timbul dari hadirnya bank tanah. Syarat adanya ketahanan pangan adalah adanya lahan untuk bercocok tanam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement