REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) menggelar pameran gelaran iptek yang menampilkan inovasi terbaru di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Dalam ajang yang berlangsung di Auditorium Soejarwo Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta (11/5) ini menampilkan berbagai inovasi unggulan.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Novrizal mengatakan dalam ajang ini disampaikan berbagai inovasi unggulan yaitu Pengelolaan Lahan Gambut, Restorasi Ekosistem, Perubahan Iklim, Sumber Energi Terbaharukan, Ketahanan Pangan, dan Hasil Hutan Bukan Kayu serta Benih Unggul.
Untuk topik pengelolaan hutan rawa gambut akan dijabarkan mengenai pengelolaan lahan rawa gambut baik mengenai strategi rehabilitasi hutan rawa gambut, teknologi bio-reklamasi dan bio-rehabilitasi hutan rawa gambut. Selain itu, ada pula teknologi bio-indikator kebakaran hutan rawa gambut, teknologi agrosilvofishery di rawa gambut, jenis-jenis unggulan di hutan rawa gambut dan teknik agroforestry di hutan rawa gambut serta alat portable pemadam kebakaran hutan.
Terkait dengan restorasi ekosistem akan ditampilkan restorasi ekosistem yang efektif dan efesien sehingga fungsi-fungsinya dapat dapat pulih kembali dengan desain ruang restorasi berbasis system informasi geografis (SIG) dalam skala lanskap baik berupa input kebijakan, naskah akademik, draft peraturan, silvikultur restorasi ekosistem, strategi dan kriteria penentuan lokasi restorasi ekosistem.
Sementara itu, terkait dengan paket iptek perubahan iklim ditampilkan mengenai INCAS, yaitu Sistem Penghitung Emisi Karbon untuk mendukung MRV, Sidik Cepat Pohon Penyerap Karbon (Pita Karbon), sintesa RPI Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi, sintesa RPI Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory) dan sintesa RPI Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat terhadap Perubahan Iklim.
Untuk paket IPTEK unggulan selanjutanya yaitu peran sektor kehutanan dalam pengembangan bio-energi (sumber energi terbaharukan) baik yang berasal dari kayu, buah/biji maupun limbah (kayu, serbuk gergaji) untuk bahan baku kayu bakar, bio-methanol, bio-oil, bio-disel, bio-ethanol, arang, wood pellet dll. Sedangkan terkait dengan ketahanan pangan dan HHBK akan ditampilkan beragam sumber pangan/manfaat langsung sebagai sumber pangan dari hutan dan mendukung program kedaulatan pangan yang berasal dari Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).
Paling akhir yaitu Paket IPTEK Benih Unggul untuk mendukung kebijakan pengembangan hutan tanaman baik untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Hutan Rakyat. Diharapkan dengan input benih unggul yang telah dihasilkan oleh BLI akan bisa meningkatkan produktivitas HTI, HTR dan HR yang ada di Indonesia. Sampai saat ini ada beberapa hasil unggulan benih unggul antara lain Acacia mangium generasi ketiga (F-3).
Keunggulan A.mangium F-3 ini yaitu tiap tegakan F-3 mencapai 44 m3/ha/tahun atau diperoleh peningkatan produksi 10 persen dibandingkan dengan benih unggul hasil pemuliaan enerasi kedua (F-2). Dengan penggunaan benih unggul ini, masa panen tegakan A.mangium bisa dilakukan 1,5-2 tahun lebih cepat.
Ada lagi benih unggul pellita (Eucalytus pellita) generasi kedua (F-2) dengan potensi riap volume 25-30 m3/ha/tahun, peningkatan produktivitas 25 persen lebih besar dibandingkan benih unggul hasil pemuliaan generasi pertama (F-1) dan relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Kemudian ada varietas baru Akasia Hibrida, dengan prediksi produktivitas mampu mencapai riap sebesar 45 m3/ha/tahun, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan tanaman Akasia biasa yang hanya mencapai 25 – 30 m3/ha/tahun.
Selain itu ada kayu putih unggul (Melaleuca cajuputi sub sp.Cajuputi) dengan rendemen minyak kayu putih dan kadar cineole-1,8 dan dapat meningkatkan produksi minyak kayu putih antara 2 s/d 3,8 0 persen, atau 2 s/d 4 kali rendemen minyak kayu putih pada tanaman kayu putih tanpa pemuliaan.
Produk benih unggul lainnya yaitu Jati Purwobingan, dengan potensi riap yang diperoleh sekitar 24,38 m3/ha/tahun atau hampir dua kali lipat riap jati konvensional atau tanpa pemuliaan. Ada juga sengon toleran karat tumor untuk mendukung pengembangan hutan rakyat yang terkendala dengan pandemik hama dan penyakit karat tumor.