REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani memimpin rapat koordinasi tingkat menteri terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak.
Rakor dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Kesehatan (Menkes), Nila F Moeloek, dan perwakilan dari Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Polri.
"Semua Kementerian/Lembaga sudah sepakat bahwa akan diberikan pemberatan hukuman maksimal kepada para pelaku pemerkosaan atau pencabulan," terang Puan mengenai hasil rakor di kantornya, Selasa (10/5).
Selain pemberatan kepada pelaku, rakor juga menyepakati untuk dilakukannya publikasi identitas pelaku kepada masyarakat umum. Melalui publikasi identitas ini diharapkan pelaku mendapatkan efek jera karena mendapatkan hukuman sosial.
"Pelaku akan dilakukan publikasi identitas sehingga publik tahu. Diumumkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindakan asusila, bahwa orang tersebut telah melakukan hal diluar kemanusiaan," jelasnya.
Meski diberikan pemberatan hukuman dan hukuman sosial, lanjut Puan, hasil rakor juga menyepakati bersama akan tetap memberikan pendampingan atau rehabilitas terhadap pelaku selama menjalani masa hukuman. Pendampingian dan rehabilitasi ini dimaksudkan menyadarkan pelaku dari tindak kejahatan yang telah dilakukannya.
Hasil rakor ini disampaikan Puan akan segera disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Selanjutnya Kemenko PMK menunggu arahan lebih lanjut dari draft yang diusulkan, apakah nantinya diterima atau perlu direvisi lagi.
Menkumham Yasonna Laoly menambahkan, hasil rakor kali ini nantinya disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk kemudian dibahas di rapat terbatas. Diakuinya, ada beberapa poin yang belum sepenuhnya diputuskan dalam rakor. Salah satunya menyangkut penggunaan zat kimia atau kebiri kimia bagi pelaku asusila.
"Ada faktor-faktor negatif yang belum dapat kita putuskan kesempatan ini. Ada dokter ahli kejiwaan, ahli andrologi, bahwa mereka melihat ini bukan hal yang tepat," katanya.
Kemenkumham juga mempertimbangkan perspektif HAM berikut kemungkinan Perppu nantinya diuji di Mahkamah Konstitusi setelah diundangkan pemerintah. Berbagai perspektif ini akan dimatangkan lebih lanjut dalam rapat terbatas.