REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, antara hak konsumen dan hak buruh, tidak jauh berbeda. Buruh dan konsumen hak-haknya sering dipinggirkan atau dimarginalisasikan oleh produsen atau pelaku usaha.
"Terutama dipinggirkan oleh pemilik modal besar. Ironisnya pemerintah lebih sering berpihak pada pemilik modal, daripada melindungi hak-hak buruh dan hak konsumen," katanya, Sabtu, (30/4).
Dalam konteks gerakan konsumen secara universal, konsumen bisa bersinergi dengan buruh. Caranya dengan tidak membeli atau mengonsumsi produk-produk, barang dan atau jasa yang dibuat dengan cara melanggar hak-hak buruh.
Konsumen bisa melakukan boikot terhadap perusahaan yang terbukti melanggar hak-hak buruh dengan cara tidak membeli produk bersangkutan.
Dalam konteks ini konsumen seharusnya dalam berkonsumsi bukan hanya menuntut haknya sebagai konsumen, tetapi juga bertanggungjawab atas barang atau jasa yang dikonsumsinya.
Jika konsumen mengonsumsi barang dan jasa yang bermasalah tersebut sama artinya mendukung pelanggaran-pelanggaran dimaksud. Konsumen yang cerdas bukan semata konsumen yang getol menuntut haknya tetapi juga menjadi konsumen yang bertanggungjawab.
Baca juga, Sembilan Tuntutan Buruh pada May Day 2016.