Sabtu 30 Apr 2016 10:42 WIB

Apindo: Perlindungan Hak Pekerja Perempuan Masih Perlu Ditingkatkan

Rep: c36/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja perempuan (ILustrasi)
Foto: Idtimes
Pekerja perempuan (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmita, mengakui perlindungan hak buruh perempuan di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Penyempurnaan peraturan mengenai hak-hak maternitas harus segera dilakukan pemerintah.

"Secara umum, kondisi perlindungan terhadap hak-hak buruh perempuan harus terus ditingkatkan. Salah satunya dengan memperbaiki aturannya. Aturan tentang hak maternitas dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 juga perlu adanya penyempurnaan agar lebih sesuai dengan kondisi saat ini," ujar Suryadi ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (29/4).

Perbaikan UU yang kini sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas)  tersebut memang dinilai perlu diperbaiki. Utamanya, lanjut Suryadi, terkait terkait penegasan terhadap pemenuhan hak maternitas dan tambahan hak maternitas seperti penyediaan ruang menyusui bagi para buruh perempuan yang baru melahirkan.

Dia menjelaskan, secara umum ada empat hak yang wajib diberikan perusahaan kepada buruh perempuan. Keempatnya yakni, cuti hamil, pemberian izin saat datang bulan, penyediaan fasilitas pendukung lembur bagi buruh perempuan dan penyediaan ruang menyusui (laktasi).

"Sifat penyediaan ruang laktasi itu kini sudah wajib. Jika karyawan meminta, perusahaan wajib mengadakannya," tutur Suryadi.

Suryadi menjelaskan, pihak pengusaha umumnya telah memahami aturan mengenai cuti hamil dan izin bagi buruh perempuan ketika datang bulan. Meski demikian, ada pelaksanaan teknis di lapangan memang bergantung kepada kesepakatan bersama.

Kesepakatan dalam bentuk perjanjian kerja bersama (PKB), dibuat dan disepakati oleh perusahaan dan serikat pekerja. PKB kemudian disetujui oleh dinas ketenagakerjaan setempat.

"Karenanya jika ada perbedaan teknis pemberian cuti hamil kepada buruh perempuan misalnya, maka perlu dilihat PKB yang disepakati. Jika memang ada kesepakatan yang membolehkan cuti tiga bulan pasca melahirkan, itu pun tidak apa-apa," papar Suryadi.

Situasi ini, kata dia, umumnya terjadi saat para buruh sudah memasuki masa hamil tua tetapi masih bekerja di pabrik. Saat disarankan untuk cuti, para buruh meminta izin untuk mengambil cuti sekaligus setelah melahirkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement