REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago, mengingatkan agar buruh perempuan mulai menyadari hak-hak maternitas mereka. Buruh perempuan disarankan tidak takut mengungkapkan pelanggaran yang mereka terima di dunia kerja.
"Selama ini kami belum pernah menerima aduan pelanggaran terhadap hak buruh perempuan secara resmi. Aduan kepada anggota memang ada, tapi tidak disampaikan resmi. Buruh perempuan tidak boleh diam jika mengalami pelanggaran hak," jelas Irma, Kamis (28/4).
Pihaknya menduga, para buruh masih menganggap pelanggaran hak sebagai hal yang biasa terjadi. Sebab, dalam satu lingkungan kerja, biasanya hanya satu hingga dua dua orang yang mengalami mengalami kesulitan mendapat cuti haid atau cuti hamil.
Di sisi lain, tidak semua perusahaan memiliki organisasi serikat buruh. Kondisi demikian membuat buruh tidak memiliki medium untuk mengadvokasi nasib mereka.
Irma juga mengakui, persoalan hak maternitas buruh perempuan belum mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Ketenagakerjaan lebih menyoroti perihal upah buruh.
"Meski secara resmi belum ada laporan, tapi kami pun memantau masih banyak buruh perempuan yang mengandung kemudian mengalami PHK. Kementerian Kenagakerjaan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak wajib mencari solusi atas kondisi ini.
Sebelumnya organisasi serikat pekerja Aspek dan KSPI mencatat tiga bentuk pelanggaran hak maternitas terhadap para buruh perempuan. Ketiganya adalah tidak diberikannya hak cuti datang bulan, cuti hamil dan sarana laktasi bagi buruh perempuan.