REPUBLIKA.CO.ID,BEIJING -- Indonesia menegaskan Cina harus menghormati hukum laut internasional terkait Laut Cina Selatan demi stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan itu.
"Persoalan di Laut Cina Selatan memang kompleks, tetapi ada banyak cara untuk semua pihak yang berkepentingan bekerja sama, daripada berkonflik," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan di Beijing, Selasa malam (26/4).
Usai memimpin delegasi Indonesia dalam dialog kelima politik, hukum dan keamanan Indonesia-Cina, ia mengatakan posisi Indonesia di Laut Cina Selatan sudah jelas, yakni bukan negara penuntut.
"Namun, Indonesia sama sekali tidak mengakui nine dash line dan traditional fishing ground yang kerap ditegaskan Tiongkok, di sekitar perairan Natuna. Tidak ada itu," katanya dalam dialog yang berlangsung tertutup tersebut.
Dalam dialog itu, delegasi Cina dipimpin anggota Dewan Negara Cina Yang Jiechi. Cina memakai rumus nine dash line (sembilan garis putus) yaitu titik imajiner di laut yang dijadikan Cina sebagai garis teritorial di Laut Cina Selatan. Rumus ini tidak dikenal oleh Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) 1982.
"Kalau sampai kapal-kapal mereka masuk ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, itu kan sudah melanggar kedaulatan kita. Lain cerita jika kapal-kapal mereka mereka melintas di jalur laut bebas internasional. Tetapi kalau di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, itu tidak benar dan melanggar hukum internasional," kata Luhut menegaskan.
Pada Sabtu (19/3), di perairan Natuna, Kapal Pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan Hiu 11 mendeteksi pergerakan kapal ikan Cina Kway Fey 10078. Pada pukul 14.15 di hari yang sama, kapal tersebut berada di koordinat 5 derajat lintang utara dan 109 derajat bujur timur yang masih berada di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Tentang tuntutan Cina agar Indonesia membebaskan delapan nelayannya yang ditahan, Luhut mengatakan Cina harus mengormati kedaulatan Indonesia, menghormati proses hukum Indonesia dan tidak bisa sembarangan. Ia menambahkan Cina itu negara besar. Penting bagi Indonesia menjalin hubungan dan kerja sama dengan Cina. Namun tetap, hubungan dan kerja sama itu harus dilandasi saling menghormati dan menghargai, sebagai dua negara, dua bangsa yang sejajar dan setara.
Dalam dialog yang dihadiri pula oleh Duta Besar RI untuk Cina merangkap Mongolia Soegeng Rahardjo dan Wakil Menlu Cina Liu Zhemin tersebut kedua pihak membahas kemungkinan kerja sama coast guard (penjagaan perairan) antara Indonesia dan Cina di Laut China Selatan. Dengan kerja sama tersebut, kata Luhut, maka persinggungan di sekitar wilayah RI dan Cina di LCS dapat diselesaikan dengan baik, tanpa berkembang menjadi konflik atau menimbulkan ketegangan yang tidak perlu.
"Sebagai dua negara yang bertetangga, persinggungan pasti ada. Tetapi bagaimana hal itu dapat dihindari dan diselesaikan dengan baik jika terjadi, atas dasar saling menghormati dan menghargai sebagai dua negara yang sejajar, setara. Kedaulatan itu harga mati, mutlak, tidak bisa ditawar-tawar," ujarnya.