REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Narapidana kasus terorisme, Umar Patek menjelaskan strateginya jika diperkenankan membantu membebaskan warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf.
Napi bernama asli Hisyam bin Ali Zein itu mengatakan, dirinya tak harus pergi ke Filipina untuk proses negosiasi. Sebab, hal itu bisa dilakukan dari dalam penjara. Penghuni Lapas Porong ini mengatakan, negosiasi yang ia tawarkan akan memanfaatkan teknologi.
"Asalkan aku diberi handphone atau koneksi internet untuk video call, maka proses negosiasi dapat berlangsung," katanya, Senin (25/4), seusai menjadi pembicara sebuah seminar di Malang.
Patek yang datang dengan kawalan ketat ini menjelaskan rencananya kepada para wartawan. Menurut dia, pemerintah cukup memberinya kontak jaringan Abu Sayyaf dan ia akan menjadi negosiator.
"Aku klarifikasi bahwa bantuan yang aku tawarkan tidak mengharap pamrih apa pun dari Pemerintah Indonesia," ujarnya.
Kepada Abu Sayyaf, Umar akan menyampaikan para sandera adalah warga Muslim dan saudara setanah air. Para sandera tidak ada sangkut paut dengan urusan Abu Sayyaf dan kelompok radikal itu diminta membebaskan tanpa menuntut uang tebusan.
Pria yang mengikuti pendidikan militer di Afganistan ini merasa memiliki kemampuan untuk melobi kubu Abu Sayyaf. Dengan pengalaman perang selama lima tahun di Filipina, ia mengenal betul bagaimana karakter kelompok radikal ini. Ia juga mengaku mengenal pimpinan Abu Sayyaf saat ini, al-Habsyi Misaya dan Jim Dragon.
"Bahkan aku yang lebih dulu masuk ke kelompok Abu Sayyaf dibandingkan al-Habsyi," ucapnya.
Di mata Umar Patek, mereka adalah sosok yang lunak dan mudah diajak bicara.