Senin 25 Apr 2016 17:55 WIB

Varietas IPB 3S Diharapkan Mampu Tingkatkan Produksi Padi Nasional

Rep: dyah ratna metha novi/ Red: Taufik Rachman
Petani menggunakan mesin pemanen padi untuk mempercepat proses panen di desa Pacing, Ngawi, Jawa Timur, Rabu (24/2)
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Petani menggunakan mesin pemanen padi untuk mempercepat proses panen di desa Pacing, Ngawi, Jawa Timur, Rabu (24/2)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristek Dikti Jumain Appe mengatakan, program start up industri benih padi IPB 3S merupakan salah satu model pengembangan industri perbenihan yang menyeluruh.

Mulai dari penyediaan benih sumber sampai pemasaran produk berupa benih yang meliputi tiga tahapan produksi yaitu initial seed production, foundation seed program, dan commercial seed production.  

"Varietas IPB 3S ini sebagai produk riset, diharapkan mampu meningkatkan produksi padi nasional. Demfarm di Kabupaten Karawang seluas 500 Ha memberikan hasil yang menggembirakan dengan tingkat produktivitas rata-rata 8 ton per hektar," katanya, Senin, (25/4).

Jika target pemerintah tahun 2017 surplus 6 juta ton maka, varietas IPB 3S ini berpeluang untuk berkontribusi pada target pemerintah. Program ini dapat menjadi salah satu contoh sistem perbenihan nasional melalui pengembangan Industri Benih berbasis Holding Company IPB (PT. BLST) bekerjasama dengan produsen benih yang tergabung dalam Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) dan penangkar.

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi bersama dengan IPB  berkoordinasi secara intensif dengan sektor terkait khususnya Kementerian Pertanian untuk mensinergikan program ini dengan program nasional swasembada pangan.

Lahan pertanian yang dimiliki masyarakat dengan luas lahan sekitar 0.5 Ha serta kondisi tanah dan budaya bertani yang beragam. Untuk itu, upaya memperkenalkan varietas baru produk hasil riset, memerlukan pola pendekatan yang berbeda pula.

"Selain kita perlu mengidentifikasi daerah-daerah yang memiliki karakter tanah yang sesuai, kita juga perlu mendalami budaya masyarakat dalam bertani. Karena bukannya tidak mungkin, meskipun secara teknis hasilnya bagus serta sesuai dengan kondisi tanah setempat, akan tetapi masyarakat masih enggan untuk memanfaatkannya, karena tidak sesuai dengan budaya bertani mereka."

Oleh karena itu, ujar Jumain, dalam upaya memperkenalkan pemanfatan  varietas baru ini perlu melihat aspek social innovation. Adanya potensi perubahan masyarakat dalam bertani, identifikasi perubahan dan dampak sosial ekonomi, serta harus bisa meyakinkan bahwa perubahan-perubahan tersebut akan lebih menguntungkan masyarakat.

Ini pekerjaan rumah yang besar bagi para peneliti untuk selalu melihat aspek sosial, ekonomi dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement