Ahad 24 Apr 2016 20:12 WIB

Tak Tepat Waktu, Bantuan untuk Petani Garam Dinilai Mubazir

Rep: Lilis Handayani/ Red: Hazliansyah
Sejumlah petani garam mengeruk garam saat panen raya di Desa Kaliwlingi, Brebes, Jawa Tengah, Selasa (10/11).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Sejumlah petani garam mengeruk garam saat panen raya di Desa Kaliwlingi, Brebes, Jawa Tengah, Selasa (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Bantuan peralatan untuk peningkatan produksi dan kualitas garam yang dikucurkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tak bisa dimanfaatkan petani garam di Kabupaten Cirebon. Sebab bantuan itu baru diberikan di saat petani sudah tak membutuhkannya.

"Bantuan itu jadi mubazir," ujar Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon, Insyaf Supriadi, akhir pekan kemarin.

Bantuan itu diantaranya berupa geo isolator membran. Alat tersebut berupa lembaran semacam plastik yang dipasang pada tambak garam. Berdasarkan analisa, geo isolator membran bisa meningkatkan produksi dan kualitas garam.

Namun, lanjut Insyaf, bantuan geo isolator membran baru datang pada September. Padahal, proses penggarapan garam sudah dimulai sejak Juni.

"Bantuan datangnya terlambat. Akhirnya tidak terpakai," ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Petani Garam Indonesia (IPGI) tersebut.

Insyaf mengatakan bantuan semestinya diberikan sebelum dimulainya masa penggarapan, atau sekitar Maret-April. Sebab pemasangan alat tersebut membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Jika bantuan itu diberikan pada Maret-April, maka saat awal penggarapan alat sudah terpasang dan berfungsi.

Selain geo isolator membran, lanjut Insyaf, bantuan lain dari Pemerintah Pusat yang terlambat datangnya adalah program pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR). Menurutnya, program itupun baru dikucurkan setelah masa produksi dimulai.

Akibatnya, program PUGAR yang semestinya bisa meningkatkan produksi dan kualitas garam hingga berdampak pada meningkatnya kesejahteraan petani garam pun menjadi tidak efektif.

"Karena tidak tepat waktu, tingkat keberhasilan (program itu) hanya sekitar sepuluh persen," terang Insyaf.

Selain tidak tepat waktu, Insyaf menilai bantuan dari Pemerintah Pusat untuk petani garam juga banyak yang tidak tepat sasaran. Seperti misalnya, petani penggarap yang menggarap lahan tahun lalu namun tidak tahun ini, ternyata tetap memperoleh bantuan karena sebelumnya sudah terdata.

Terpisah, Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jabar, M Taufik mengakui, garam hasil PUGAR belum bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Pasalnya, penyaluran program itu terlambat sehingga hasil produksinya kurang maksimal.

"Hingga kini hasil produksi garam di Jabar belum cukup kualitasnya untuk memenuhi kebutuhan industri," tutur Taufik.

Taufik mengungkapkan berdasarkan Permendag 125/2014, kualitas garam untuk kebutuhan industri minimal memiliki kandungan NaCl 97% sedangkan garam untuk kebutuhan konsumsi harus memiliki NaCl 95%-97%.

"Sementara ini garam yang diproduksi petani di Jabar kualitasnya belum memenuhi standar yang ditetapkan untuk industri," tandas Taufik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement