Ahad 24 Apr 2016 14:06 WIB

Kehidupan Warga di Zona Merah Longsor Makin Mencekam

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ilham
 Rumah milik Ikah Atikah (52 tahun) retak-retak akibat pergerakan tanah, ia mengaku masih sering merasakan rumahnya bergetar namun ia terpaksa tetap tinggal di rumahnya, Rabu (20/4). (Republika/Fuji E Permana)
Foto: Republika/Fuji E Permana
Rumah milik Ikah Atikah (52 tahun) retak-retak akibat pergerakan tanah, ia mengaku masih sering merasakan rumahnya bergetar namun ia terpaksa tetap tinggal di rumahnya, Rabu (20/4). (Republika/Fuji E Permana)

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Bertahun-tahun Iing dan keluarganya tidur diselimuti rasa cemas. Setiap saat bencana mengincar mereka yang tinggal di rumah yang sudah cukup tua dan mudah roboh. Kini, kondisi Desa Sukapada semakin mencekam karena bangunan rumah mulai retak dan miring.

"Kalau hujan besar takut, suka ada gerak rumahnya, pokok utamanya takut gempa (pergerakan tanah) takut amblas rumahnya terus runtuh," kata lelaki bernama lengkap Iing Nasihin (46 tahun) kepada Republika.co.id akhir pekan ini.

Iing tinggal bersama istrinya di Kampung Garadaha, Desa Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Di Desa Sukapada ada tiga kampung dinyatakan sebagai daerah rawan bencana berstatus zona merah. Tiga kampung tersebut di antaranya Kampung Garadaha, Bojot dan Citeureup.

Di sebelah barat dan utara Kampung Geradaha terdapat perbukitan. Menurut Kepala Desa Sukapada, Dudung Kamal Mustopa, sekitar tiga tahun yang lalu, bukit yang ada di sebelah utara amblas sebagian. Suara gemuruh saat bukit tersebut amblas membuat warga berteriak ketakutan sambil berlarian keluar rumah.

Pergerakan tanah di tiga kampung tersebut dimulai sejak 1995. Sekitar tahun 1997 - 1998 ahli geologi menyatakan tiga kampung tersebut sebagai zona merah. Sekarang, ada sekitar 500 keluarga yang masih bertahan di tiga kampung tersebut.

Saat ini jalan yang menghubungkan antar kampung retak-retak. Hampir semua rumah dalam kondisi miring dan ada yang retak karena tanahnya kerap bergerak. Kondisi tersebut menambah kekhawatiran Iing dan warga lainnya yang tinggal di sana.

Iing sangat cemas jika keluar rumah untuk berdagang ke Bandung. Sebab, dia akan meninggalkan istri dan anaknya di rumah yang hampir roboh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement