Sabtu 23 Apr 2016 22:15 WIB

Reklamasi Dinilai Jadi Solusi Keterbatasan Lahan di Jakarta

Pekerja berjaga di area proyek reklamasi pulau
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pekerja berjaga di area proyek reklamasi pulau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan 17 pulau reklamasi dinilai sebagai solusi menghadapi persoalan keterbatasan lahan di Ibu Kota, ditambah fakta bahwa kondisi Teluk Jakarta memiliki tingkat pencemaran yang tinggi.

"Banyak proyek di Ibu Kota tidak bisa dieksekusi karena tidak ada ruang, misalnya untuk membangun sodetan Ciliwung ke Kanal Banjir Timur saja masih terkendala pembebasan lahan," kata Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Air dan Sumber Daya Air Firdaus Ali dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (23/4).

Melalui reklamasi dan penerimaan pajak yang diperkirakan mencapai Rp48 triliun setiap tahunnya, Firdaus menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki tambahan pemasukan yang dapat digunakan untuk membangun infrastruktur, transportasi, penataan wilayah darat, serta meningkatkan kesejahteraan nelayan yang sejak isu reklamasi mengemuka terus digaungkan sebagai pihak yang paling dirugikan.

Dengan dana tersebut, kata Firdaus, pemerintah dapat mengalokasikannya untuk membangun perkampungan nelayan, rumah susun, dan ruang penyimpanan dingin (cold storage) untuk ikan hasil tangkapan.

"Itu jumlahnya lebih dari cukup. Untuk menyejahterakan 100 ribu nelayan saja lebih dari cukup. Tapi kan perlu waktu sampai hasil positifnya bisa dirasakan," ungkapnya.

Wakil Presiden Dewan Air Asia (Asia Water Council) itu juga menganggap langkah Pemprov DKI memberikan izin pelaksanaan reklamasi kepada para pengembang telah sesuai dengan undang-undang, dalam hal ini ia mengacu pada UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara.

Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Pemprov DKI memiliki wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan antara lain dalam bidang tata ruang, sumber daya alam, lingkungan hidup, penduduk, dan permukiman.

"Kewenangan ini hanya dimiliki DKI, tidak di daerah lain. Ini merupakan UU yang hierarkinya di bawah UUD, tapi jarang disadari berbagai pihak," kata Firdaus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement