REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengatakan bahwa perlu adanya payung hukum untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal.
"Pengentasan daerah tertinggal tidak hanya bisa dilakukan oleh Kemendes PDTT, tetapi harus lintas kementerian. Jadi kalau istilah Pak Jokowi 'dikeroyok' ramai-ramai," ujar Sekretaris Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendes PDTT, Razali AR di Jakarta, Jumat (22/4).
Razali mengatakan tidak mungkin pelaksanaan pengentasan daerah tertinggal dilakukan hanya oleh Kemendes PDTT, karena terdapat berbagai persoalan di desa tertingal tersebut.
"Kondisi di daerah tertinggal sangat berat, jadi harus ada pendekatan khusus lintas kementerian," katanya.
Dengan adanya payung hukum tersebut, maka akan memudahkan pihaknya bekerja sama lintas kementerian dalam pengentasan daerah tertinggal. Anggaran yang ada untuk pembanggunan daerah tertinggal pun akan semakin besar jika dilakukan lintas kementerian.
"Kami sedang menyusun draf dari RUU Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal tersebut, dan akan segera diajukan untuk masuk ke dalam Prolegnas," ucapnya.
Jika RUU tersebut bisa disahkan segera, maka pekerjaan mengentaskan daerah tertinggal akan lebih mudah. Setidaknya terdapat 122 kabupaten tertinggal yang harus dientaskan pada 2019. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan bisa mengentaskan 54 kabupaten.
"Dari jumlah tersebut, kemudian dibuat prioritas nasional menjadi lima daerah yang harus dientaskan yakni Morotai, Sarmi, Lombok Timur serta Maluku Tenggara Barat. Satu daerah lagi, masih kita bahas dengan Bapenas," jelas Kasubdit Evaluasi dan Pelaporan Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendes PDTT, Dwi Yunanto.