REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi ahli dari pihak tergugat intervensi Agung Podomoro Land (APL) yang merupakan pengembang proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta, mengakui banyak undang-undang yang saling bertabrakan terkait proses reklamasi itu.
"Selain persoalan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), saya akui banyak undang-undang yang saling bertabrakan terkait proses reklamasi Teluk Jakarta," kata Hesti D. Nawangsidi yang ditunjuk sebagai saksi ahli saat persidangan di PTUN Jakarta, Kamis (21/4).
Hesti yang merupakan Peneliti di Pusat Studi Lingkungan Hidup ITB itu mencontohkan soal penetapan zonasi Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang diatur dalam Perpres Nomor 54 tahun 2008.
"Peraturan itu sebagai turunan dari UU 26 tahun 2008 tentang rencana Tata Ruang, tapi ternyata diatur juga diatur dalam Perda 1 tahun 2012 tentang penetapan kawasan Strategis Provinsi. Maaf saya harus mengatakannya, bahwa undang-undang kita masih kacau balau," ujar dia.
Bahkan Hesti menilai ada celah kurang cermatnya Kesekretariatan Negara saat menintegrasikan undang-undang tersebut yang pada akhirnya menimbulkan polemik dalam proyek reklamasi.
"Dulu yang mengintegrasi undang-undang di Setneg itu kenapa tidak cermat ya. Ini yang menimbulkan polemik selain tentu masalah sosialisasi," tuturnya.
Sidang proyek reklamasi Pulau G hari ini yang merupakan salah satu sidang selain tiga lainnya yaitu Pulau F,I dan K itu, memiliki agenda mendengarkan pendapat saksi ahli dari pihak tergugat intervensi Agung Podomoro Land.
Dalam kesempata itu, kuasa hukum dari pihak penggugat (Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta) Muhammad Isnur dalam persidangan itu mengajukan keberatan terhadap saksi ahli yang diajukan pihak tergugat.
Dia menilai saksi pernah menjadi tenaga ahli dalam penyusunan Amdal oleh Agung Podomoro Land (APL), dan tenaga ahli saat menyusun Perda soal rekalamasi yang masih mandeg, sehingga kesaksiannya sebagai ahli tidak akan netral.
"Saksi itu kan pernah bekerja di PT APL untuk proyek reklamasi ini, jadi kami rasa tidak akan netral dan tidak bisa jadi acuan untuk jadi pertimbangan hakim," kata pengacara dari LBH Jakarta ini.
Isnur juga menyebutkan untuk sidang proyek reklamasi lainnya yaitu pulau F,I dan K yang diagendakan penyampaian jawaban penggugat terhadap jawaban tergugat atas gugatannya (replik), pihaknya mengajukan penundaan dan meminta waktu pada majelis hakim untuk menyusunnya kembali.
"Kami ajukan penundaan karena kami menemukan adanya beberapa temuan baru yang akan kami tuliskan dalam replik itu," kata Isnur selepas persidangan.