Kamis 21 Apr 2016 21:50 WIB

'Saya, Perempuan Anti-Korupsi'

Rep: C32/ Red: Yudha Manggala P Putra
Sejumlah wanita yang tergabung dalam Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) membagi stiker di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), Jalan Kapten Muslihat, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/4).
Foto: Antara
Sejumlah wanita yang tergabung dalam Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) membagi stiker di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), Jalan Kapten Muslihat, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/4).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Hania Rahma (51 tahun) terlihat memberikan bingkisan buku kecil, pin, dan sticker kepada masyarakat di Stasiun Bogor, Kamis (21/4). Menggunakan kaos putih bertuliskan "Saya, Perempuan Anti Korupsi", Hania bersama rekan-rekannya mengucapkan Selamat Hari Kartini sambil memberikan bingkisan tersebut.

Ibu tiga orang anak itu mempunyai misi berbeda. Hari Kartini identik dengan kebaya namun Hania percaya diri membawa pesan antikorupsi. Hania adalah Ketua Komunitas Perempuan Bogor Anti Korupsi (PBAK).

"Bertepatan dengan Hari Kartini, kami bagian dari gerakan nasional Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) berusaha meyakinkan perempuan bisa menjadi peran strategis mencegah korupsi," kata Hania kepada Republika, Kamis (21/4).

Korupsi bisa saja dilakukan siapapun, namun Hania berupaya untuk memberikan edukasi bagaimana perempuan bisa mencegah korupsi. "Perempuan itu multi tasking, kita berperan dalam mempengaruhi bagaimana anak dan suami kita dan kita sendiri untuk tercegah dari korupsi," ungkap Hania.

Dia tidak muluk mencari cara bagaimana mengedukasi perempuan bisa mencegah korupsi, Hania menegaskan kejujuran menjadi kunci utama. Hania beranggapan perempuan berpeluang untuk menjadi pemicu, pelaku, dan korban korupsi.

"Sebagai ibu, mereka bisa mengajarkan anaknya untuk tidak bohong. Sekarang kan anak-anak suka bilang beli buku Rp 30 ribu tapi bilangnya Rp 60 ribu, ini bibit korupsi," ungkap Hania.

Sebagai perempuan, Hania bersama PBAK selalu mengedukasi perempuan melalui pengajian, Car Free Day, dan media lain untuk tidak menjadi istri yang konsumtif. Perilaku itu, kata dia, mendorong suami untuk melakukan korupsi demi kebutuhan istri.

Tak hanya untuk istri dan ibu-ibu, Hania juga mengedukasi anak-anak untuk tidak berperilaku yang menumbuhkan bibit korupsi. "Kita punya gerakan Kami Sekolah Jujur di 32 sekolah Kota Bogor. Dari dini mencegah korupsi juga penting. Ini peran perempuan juga sebagai ibu dan istri," ungkap Hania.

Hania mengungkapkan, hal kecil seperti menyontek yang sering dilakukan anak-anak juga salah satu bibit korupsi. Untuk itu, Hania selalu memberitahukan kepada anak-anak untuk tidak menyontek karena sama saja korupsi ilmu orang lain.

"Tidak mau antre juga bibit korupsi, mengkorupsi hak orang lain untuk mendapatkan layanan lebih dulu," tutur Hania.

Menurutnya, peran perempuan di keluarga masing-masing bisa sangat berpengaruh untuk mencegah suami dan anak-anaknya untuk tidak melakukan korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement