Kamis 21 Apr 2016 18:02 WIB
Hari Kartini

'Perempuan Keren Itu Bisa Cerdaskan Diri dan Masyarakat'

Rep: c36/ Red: Andi Nur Aminah
Heni Sri Sundani
Foto: Istimewa
Heni Sri Sundani

REPUBLIKA.CO.ID, Bertepatan dengan Hari Kartini, Kamis (21/4), sejumlah perempuan yang telah dikenal luas sebagai pendidik dan masuk Top 30 Social Enterpreneur Asia berkumpul dan berbagi kisah perjuangan mereka keluar dari kemiskinan dengan pendidikan. Salah satunya, Heni Sri Sundani. 

"Perempuan yang keren adalah perempuan yang bisa mencerdaskan diri sendiri dan mampu mencerdaskan masyarakat," ujar Heni dengan  mantap.  Kesuksesannya saat ini pun tidak dinikmati sendiri. Heni mempergunakan ilmu dan jaringannya untuk berbagi kepada anak-anak, perempuan dan keluarga miskin di pelosok desa.

Berbincang dengan Heni terasa menyenangkan karena sosoknya yang hangat. Perempuan berhijab ini sangat gemar tersenyum. Sorot mata ibu muda ini selalu menyiratkan semangat untuk terus belajar. Di usianya yang belum genap 29 tahun, Heni telah tampak matang dengan berbagai tempaan hidup.

Sebelum menjadi perempuan sukses, Heni sempat menjalani lika-liku nasib. Perempuan kelahiran Ciamis, 2 Mei 1987 itu mengaku bukan berasal dari keluarga berada. Orangtuanya sama-sama bekerja sebagai buruh tani. Meski demikian, semangat belajarnya tinggi. Dia menempuh pendidikan hingga tamat jenjang SMK.

Karena impitan ekonomi, Heni memberanikan diri bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Hongkong merupakan negara tujuan Heni saaat  berangkat pada 2005.

"Saya saat itu merasa takut. Sebab, saya ini anak kampung yang tiba-tiba harus tinggal di kota megapolitan. Namun, lama-lama saya berpikir, kalau tidak keluar dari rasa takut ini, lantas bagaimana masa depan saya ?" kenang dia.

Heni yang semula pergi ke Hongkong untuk meringankan beban ekonomi keluarga akhirnya punya tujuan lain, yakni memperbanyak ilmu. Sambil bekerja sebagai TKI dia memberanikan diri kuliah diploma III di jurusan manajemen wirausaha di St Marys University, Hongkong. Agar bisa mengirim uang gaji kepada keluarga dan berkuliah dengan lancar, Heni pun mengambil beberapa pekerjaan paruh waktu. Heni akhirnya berhasil lulus kuliah dengan predikat memuaskan.

Menyadari pentingnya pendidikan dan informasi bagi sesama TKI, Heni dan rekan-rekannya saat itu merintis perpustakaan keliling gratis. Sasaran utamanya adalah para TKI dan TKW yang berada di Hongkong. Buku-buku yang didapat dari sejumlah donatur diedarkan melalui koper-koper oleh Heni dan teman-temannya. Heni juga membagi ilmunya dengan mengajar beberapa TKI dan TKW asal Indonesia.

Setelah menikah dan kembali ke Indonesia pada 2013, Heni dan suaminya menetap di Bogor. Selain menjadi ibu rumah tangga, Heni masih aktif mengajar anak-anak. 

Suatu ketika, saat berinteraksi dengan warga kampung sekitar rumahnya, Heni menyadari masih banyak warga miskin yang membutuhkan bantuan. Dari anak-anak hingga orang dewasa masih memerlukan alternatif pendidikan dan kesehatan. 

Bersama sang suami, Heni akhirnya mendirikan AgroEdu Jampang Community di Desa Jampang, Kabupaten Bogor. Komunitas ini mewadahi kegiatan penduduk desa, yang mayoritas petani, dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan kesehatan. Dia ingin membagi manfaat ilmu agar petani dan keluarganya dapat menjadi komunitas yang tangguh, cerdas dan memiliki masa depan lebih baik.

Heni pun giat membagi ilmu untuk ibu-ibu dan anak-anak petani dengan cara diskusi dan mengajar. Lewat seluruh kegiatannya, Heni ingin membuktikan bahwa perempuan Indonesia masa kini adalah perempuan cerdas dan mampu memberi manfaat bagi sesamanya.

"Saya juga ingin membuktikan bahwa perempuan Indonesia mampu memaksimalkan potensi diri. Selain menjadi istri dan ibu, kami tetap bisa membagi ilmu kepada masyarakat," tegasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement