Kamis 21 Apr 2016 03:51 WIB

Bupati Sorong Didesak Segera Hentikan Pembalakan Liar

Pembalakan Liar.
Foto: Indonesia Development Monitoring
Pembalakan Liar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---- Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring Fahmi Hafel mendesak Gubernur  Papua Barat dan Bupati Sorong untuk segera menghentikan pembalakan liar dan patuh terhadap undang-undang yang berlaku. Jika tidak, pihaknya tak segan segan untuk melaporkan kedua pejabat itu ke Ombudsman.

“Cabut segera Perbup dan Perda Kabupaten sorong yang melindungi praktek-praktek illegal logging. Tindakan kedua pejabat tersebut membahayakan masa depan lingkungan Papua Barat,” ujar Fahmi dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (20/4) malam.

Selain ke Ombudsman, Fahmi melanjutkan, pihaknya  juga akan melaporkan Bupati Sorong ke KPK agar komisi antikorupsi tersebut mencari ada tidaknya kaitan antara penerbitan izin dengan praktek illegal logging dan pencucian uang hasil pembalakan liar. Apalagi, kata dia, ada desas-desus mengenai aliran dana panas yang jumlahnya ratusan miliar rupiah.

Fahmi menjelaskan, berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung, Labora Sitorus selaku pemilik PT Rotua di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, yang merupakan pemegang industri lanjutan, terbukti bersalah melakukan antara lain tindak pidana pembalakan liar dan sekarang sedang menjalani hukuman penjara.

Tapi anehnya, hingga saat ini PT Rotua masih terus beroperasi padahal sudah dilarang untuk menerbitkan dokumen penatausahaan hasil hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.41/Menhut-II/2014 yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Wali Kota Sorong melalui surat tertanggal 25 Februari 2015 lalu.

Menurut Fahmi, masih beroperasinya PT Rotua dikarenakan pasokan bahan bakunya di bagian hulu masih terus mengalir dengan memanfaatkan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK). Pasokan dibutuhkan untuk memenuhi pembangunan fasilitas umum kelompok masyarakat setempat dan keperluan individu yang izinnya diberikan oleh Bupati melalui Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008.

“Di samping itu, Bupati Sorong juga mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 400 tahun 2008 tentang Tempat Penampungan Kayu Terdaftar (TPKP) Hasil Hutan Kayu Masyarakat di Kabupaten Sorong dengan TPKT wajib untuk membeli seluruh kayu hasil produksi IPHHK,” ujar Fahmi.

Dia melanjutkan, setelah dikaji lebih jauh ternyata kedua peraturan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 juncto PP Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement