REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemiskinan menjadi salah satu permasalahan yang masih dialami sejumlah masyarakat di Indonesia, terutama di daerah tertinggal, terluar dan terdepan. Salah satu fotografer wanita, Frieda Wulandari meyakini, salah satu upaya untuk memenggal rantai kemiskinan, yakni dengan pendidikan.
"Pertama aku punya keyakinan yang bisa memutuskan mata rantai kemiskinan itu pendidikan," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (20/4).
Sayangnya, menurut wanita berusia 35 tahun itu, masih sedkit orang-orang yang paham dengan konsep tersebut, khususnya hanya di daerah perkotaan. Apalagi didukung dengan komitmen dan kesadaran orang tua untuk menyelesaikan pendidikan dasar bagi anak-anaknya, masih rendah.
"Aku pikir bukannya tak mungkin situasi itu dapat diubah, itu butuh waktu," ujar wanita yang tinggal di Gresik, Jawa Timur.
Melalui program Kelas Inspirasi yang dimotori Gerakan Indonesia Mengajar, Frieda mencoba berbagi pengalamannya sebagai fotografer kepada anak-anak di sejumlah daerah. Ia meyakini, anak-anak di daerah mempunyai hal yang sama dalam mengetahui dan memperoleh informasi.
Frieda berujar, hasil dari kegiatannya bakal diunggah di sejumlah media sosial, seperti Instagram. Tujuannya, untuk menularkan semangat yang sama kepada profesional lainnya.
"Intinya buat aku, itu yang bisa aku lakukan, sharing foto dokumentasi supaya orang lain tergerak hatinya. Dengan melakukan hal itu, semangatku tetap ada," ujar Frieda.
Memaknai hari Kartini, ia sangat berterima kasih pada pelopor kebangkitan perempuan pribumi itu. Baginya, Kartini membuat wanita zaman sekarang mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar.
Ia meyakini, jika tidak ada sosok seperti RA Kartini, wanita masih menjadi orang kelas dua serta hanya berkutat dengan dapur dan kasur. Ia tidak menampik jika dewasa ini wanita masih dipandang sebelah mata. Kata dia, terkadang sebagai fotografer, kemampuannya masih dianggap tidak ada apa-apanya.
Namun, sebagai wanita, ia melanjutkan, jangan hanya menuntuk persamaan hak dan kewajiban, tetapi juga harus meningkatkan cara pandang. "Harusnya di Hari Kartini bisa melihat sesuatu, jangan hanya kesetaraan hak dan kewajiban minta sama, tapi dari cara pandang saja, bahwa semua orang punya kesempatan yang sama. mereka punya kompetensi dan bisa bersaing sama," tuturnya menjelaskan.