REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menilai pelaksanaan proyek reklamasi di Teluk Jakarta dan beberapa daerah lain, akan menghancurkan ekosistem di wilayah tempat diambilnya pasir urukan untuk membentuk pulau-pulau buatan. Sebagai contoh, untuk membangun 17 pulau reklamasi di pantai utara Jakarta dengan total luas 5.153 hektare, akan dibutuhkan sekitar 3,3 juta ton meter kubik pasir.
"Kemarin kami mendapat laporan dari nelayan Serang, mereka mengeluhkan aktivitas pengambilan pasir di Pulau Tunda untuk reklamasi Teluk Jakarta telah menyebabkan kerusakan ekosistem mulai dari terumbu karang sampai ikan-ikan," kata Staf Kajian dan PSD WALHI Jakarta Kenzo, Rabu (20/4).
Selain itu, aktivitas reklamasi yang disebut sebagai proyek rekayasa lingkungan tanpa memperhatikan kondisi Teluk Jakarta, juga berpotensi menghancurkan ekosistem di Kepulauan Seribu yang terdiri dari 108 pulau. Pertumbuhan terumbu karang yang terganggu akibat tekanan bahan pencemar dan sedimen akan mengakibatkan perubahan arus yang semakin meningkat.
Bahkan bukan tak mungkin pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu bisa lenyap. Padahal, salah satu pulau kecil yang kemungkinan besar terdampak proyek reklamasi yakni Pulau Onrust yang merupakan situs sejarah perkembangan VOC di Indonesia.
"Perubahan arus akan menggerus gugusan pulau kecil yang terdekat dengan Teluk Jakarta, akibatnya pulau-pulau ini akan rusak bahkan lenyap. Untuk mencegah pencemaran semakin parah, yang seharusnya dilakukan adalah restorasi, bukan reklamasi," ungkap Kenzo.
Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Banten membenarkan sebagian pasir laut yang digunakan untuk reklamasi Teluk Jakarta berasal dari Kabupaten Serang, Banten, yakni di sekitar Pulau Tunda dan Pulau Panjang.
"Selama ini kan pasarnya ke Jakarta, mungkin saja untuk reklamasi itu. Kami tidak tahu persisnya karena izinnya waktu itu masih di Kabupaten Serang," kata Kepala Distamben Banten Eko Palmadi di Serang, Selasa (19/4).