REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Luhut Binsar Pandjaitan menganggap ancaman narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) jauh lebih berbahaya daripada terorisme.
"Narkoba ancaman yang lebih berat dari terorisme, tiap hari yang meninggal 30 hingga 35 ribu orang tiap hari. Kita harus hati-hati, terutama generasi muda," kata Luhut, Rabu (20/4).
Jika dibandingkan dengan ideologi radikal dan terorisme, peredaran narkoba tidak mengenal golongan, latar belakang agama, ras, dan umur. Berbeda dengan radikalisme yang lazimnya berlatarbelakang agama atau ras.
"Bahkan saya pernah bertemu seorang kiai, beliau mengeluh karena narkoba sudah menyerang di dalam pesantren yang dia pimpin. Santri itu juga tidak tahu, ditawari sebagai suplemen, ternyata malah narkoba," kata Luhut.
Luhut pun menyebutkan, sekitar 75 persen peredarab narkoba justru diatur dari dalam penjara. Oleh sebab itu pihaknya akan memperketat peraturan di dalam penjara dan hukuman terhadap terpidana mati. Bagi terpidana mati, ujarnya melanjutkan, hukumannya akan dilakukan dalam waktu secepat mungkin dan tidak akan menunggu proses perlawanan hukum yang bisa mengulur waktu.
"Karena kalau diulur-ulur malah bisa tetap mengatur peredaran narkoba dari dalam penjara," katanya.
Luhut pun menilai perederan narkoba semakin mengancam generasi muda, karena diketahui adanya sejumlah peningkatan produksi seperti pil ekstasi sebesar 250 persen dan sabu-sabu sekitar 13 persen.
"Berarti ini kan ada 'supply and demand' (persediaan dan permintaan barang). Kita jangan kalah dengan peredaran narkoba," kata Luhut.