Rabu 20 Apr 2016 17:46 WIB

'Pengamanan Laut Indonesia Masih Berantakan'

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Bayu Hermawan
Lokasi Provinsi Sulu di Filipina, sarang gerilyawan lokal Abu Sayyaf
Foto: lowlands-l.net
Lokasi Provinsi Sulu di Filipina, sarang gerilyawan lokal Abu Sayyaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut bahwa pengamanan laut Indonesia masih berantakan.

Ia mengatakan, salah satu bukti nyata adanya 14 Warga Negara Indonesia (WNI) yang dirampok saat berlayar di laut perbatasan.

"Pengamanan laut kita masih carut-marut," katanya pada Republika.co.id, Rabu (20/4).

Menurutnya, faktor utama yang menyebabkan kecarut-marutan tersebut tak lain karena persoalan tumpang tindih kewenangan antara TNI AL, badan keamanan laut (Bakamla) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Masing-masing lembaga memiliki peran penegakan hukum di laut.

Bakamla sendiri merupakan lembaga baru yang dibentuk di awal pemerintahan Jokowi-JK. Tugas utama Bakamla melakukan patroli untuk memastikan keamanan dan keselamatan perairan Indonesia.

Namun demikian, Fahmi melihat, badan yang dipimpin Ari Soedewo tersebut belum berfungsi maksimal karena masih bersinggungan peran dengan TNI AL.

"Penegakan hukum di laut harus klir dan penjurunya juga harus jelas. Jika tidak, situasi semacam ini akan sangat mudah untuk terus terulang," ujarnya.

Di samping itu, Fahmi menilai, patroli bersama yang rencananya akan dilakukan militer Indonesia bersama Malaysia dan Filipina baru akan efektif jika ketiga negara memiliki kesepahaman bahwa munculnya kelompok perompak di perbatasan menjadi masalah bersama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement