REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Seorang terpidana kasus korupsi kredit fiktif di BNI 46, Darul Azli (48), tewas bunuh diri. Jasadnya ditemukan tergantung di dalam rumahnya, di Perumahan Unimed, Jalan Pelajar, Medan Denai, Medan, hari ini, Rabu (20/4).
"Jenazah ditemukan pada pukul 08.00 WIB. Diperkirakan korban bunuh diri sekitar pukul 02.00 WIB dini hari tadi," ujar Kapolsek Medan Area Kompol M Arifin.
Arifin mengatakan, korban ditemukan tergantung dengan menggunakan kain seprai di pintu kamarnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan, laki-laki itu diketahui bernama Darul Azli, staf BNI Cabang Pemuda, Medan.
Polisi pun kemudian menemukan surat panggilan dari Kejaksaan Negeri Medan dengan perihal pelaksanaan putusan Mahkamah Agung atas nama Darul Azli. Berdasarkan pemeriksaan terhadap salah satu saksi, yakni petugas keamanan perumahan, surat tersebut diterima oleh korban pada Selasa (19/4) malam. Setelah itu, korban tidak pernah terlihat keluar dari rumahnya.
"Dari surat yang ditemukan itu, korban dipanggil dalam kasus tipikor dengan status terpidana. Kalau terkait motif dari dugaan bunuh diri ini, belum kita ketahui," katanya.
Setelah ditemukan, jenazah korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Permata Bunda, Medan. Jenazah pun dibawa ke rumah keluarganya di Padang, Sumatra Barat, dengan pesawat terbang melalui Bandara Kualanamu, Deli Serdang.
"Terkait kejadian ini, kami akan berkoordinasi dengan BNI dan pihak kejaksaan. Untuk sementara, surat itu sudah kita amankan," kata Arifin.
Darul Azli merupakan salah satu terpidana kasus korupsi kredit fiktif di BNI 46 sebesar Rp 117 Miliar. Saat itu, ia menjabat sebagai pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Cabang Pemuda Medan.
Ia dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider satu bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Medan. Selain Darul, dua rekannya di BNI, yakni Radiyasto (pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Cabang Pemuda Medan) dan Titin Indriani (relationship BNI SKM Medan) juga menerima hukuman yang sama.
Darul kemudian menempuh upaya banding di Pengadilan Tinggi Medan. Namun, hukumannya malah diperberat menjadi empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Tidak terima, ia pun mengambil langkah hukum selanjutnya, yakni mengajukan kasasi. Beredar kabar, kasasi tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung.
Dalam kasus ini, ketiga pegawai BNI tersebut dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena menguntungkan orang lain melalui analisis kredit sebesar Rp 133 miliar. Kredit tersebut diajukan oleh Boy Hermansyah selaku Direktur Utama PT Bahari Dwi Kencana Lestari untuk pembelian kebun dan pabrik kelapa sawit perusahaan ini.
Saat itu, Boy memberikan jaminan sertifikat HGB 02 tertanggal 18 Agustus 2005 yang ternyata masih diagunkan di bank lain. Majelis hakim menilai analisis kredit tidak dijalankan sesuai prosedur sehingga menguntungkan Boy Hermansyah.