REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut peran Direktur PT Agung Sedayu Grup Richard Halim Kusuma dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Ini pemeriksaan pertama, kami akan mendalami dulu peran dari Richard ini, dan dia dulu sebagai mantan Komisaris PT Agung Sedayu Grup, apa peran dia dan nanti akan ditanyakan terkait izin reklamasi yang diperoleh perusahaan itu," kata Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, di Jakarta, Rabu (20/4).
Richard saat ini sedang menjalani pemeriksaan di KPK. Dia juga adalah anak dari Sugiyanto Kusuma alias Aguan, keduanya sudah dicegah tangkal oleh KPK. "Pemeriksaan terkait dengan lima pulau yang dikerjakan PT ASG, tapi juga ada beberapa anak perusahaan lain di bawah PT ASG," ujar Yuyuk.
Hari ini KPK juga memeriksa Direktur PT Muara Wisesa Samudera yang merupakan anak perusahaan PT Agung Podomoro Land Renaldi Freyar Hawadi, dan staf bagian operasional PT Muara Wisesa Sumatera Winoto.
"Memang dijadwalkan hari ini untuk pemeriksaan direktur PT MWS, masih seputar proses perizinan yang diperolah oleh perusahaan-perusahaan itu. Kasusnya 'kan mengenai pembahasan raperda, itu yang kita dalami lebih dulu, bahwa nanti akan ada pengembangan-pengembangan termasuk koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup itu masih akan kami pelajari," kata Yuyuk.
Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.
PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (Pulau A, B, C, D, E) dengan luas 1.329 hektare, sedangkan PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi Pulau G dengan luas 161 hektare.
Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012 pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada Desember 2014.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp 2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.