REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Mukhammad Misbakhun menyampaikan tujuh catatan penting pada revisi terbatas pada UU No 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada.
"Revisi terbatas UU Pilkada sasarannya menghasilkan kepemimpinan politik lokal yang kuat dan efektif, mewujudkan demokratisasi, dan kesejahteraan masyarakat di daerah, sehingga perlu direvisi," kata
Mukhammad Misbakhun, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (18/4).
Menurut Misbakhun, ketujuh catatan itu meliputi, pertama, menghadirkan regulasi yang kredibel yakni memenuhi kepentingan substantif, menjangkau segala aspek yang dibutuhkan, memiliki makna tafsir tunggal dan konsisten, akan memberi sandaran yang kuat dalam menuntun perilaku penyelenggara pemilu.
"Konflik yang bersumber dari regulasi juga dapat ditekan sehingga persoalan yang mungkin muncul dalam pemilu dapat diselesaikan oleh regulasi yang ada," kata Misbakhun.
Kedua, menghasilkan penyelenggara pemilu yang profesional dan berintegritas. Menurut dia, kunci untuk membangun demokrasi yang berintegritas adalah penyelenggara pemilu yang profesional dan berintegritas.
Ketiga, melaksanakan proses elektoral yang murah. Hal ini penting karena salah satu tujuan pemilihan kepala daerah secara langsung dan serentak adalah efisiensi anggaran. "Harus ada komitmen dari semua pihak agar setiap tahapan dalam pemilihan didesain secara murah," katanya.
Keempat, memunculkan partai politik yang responsif, yakni partai politik sebagai peserta dalam pemilihan kepala daerah secara langsung harus menyesuaikan diri dengan dinamika aspirasi dan kebutuhan
masyarakat.
"Hanya partai politik yang mampu berperilaku adaptif yang mampu terus berperan dalam kehidupan politik," kata Misbakhun.
Kelima, melahirkan kandidat yang mumpuni dan aspiratif, yakni calon kepala/wakil kepala daerah yang direkrut parpol harus benar-benar mempertimbangkan figur yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas, bukan karena kemampuan finansialnya.
Keenam, mewujudkan perilaku politik yang beradab. Menurut Misbakhun, revisi UU Pilkada diharapkan dapat menghilangkan praktek-praktek perilaku tidak terpuji dalam pilkada. Ketujuh, revisi UU Pilkada harus mengarahkan partisipasi yang rasional.