Senin 18 Apr 2016 11:38 WIB

Menteri Siti: Berdasarkan Fakta, Reklamasi Harus Dihentikan

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, sedang memberikan sambutan pada Pertemuan dan Diskusi Dari INDC menuju NDC.
Foto: dok. Humas Kemenhut
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, sedang memberikan sambutan pada Pertemuan dan Diskusi Dari INDC menuju NDC.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kembali menegaskan, proyek reklamasi harus dihentikan. Sebab, proyek tersebut diduga melanggar sejumlah aturan dan sedang dalam masalah hukum.

"Kalau saya bukan lebih baik ditunda dulu, malahan sesuai fakta-fakta lapangan dan sesuai penemuannya, itu harus dihentikan sementara," kata Siti Nurbaya saat akan rapat bersama Komisi IV DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/4).

Menurut Siti, kementeriannya punya tugas untuk mengawasi dan mengontrol lingkungannya. Oleh karena itu, ia mengungkapkan akan membentuk tim investigasi untuk menyelidiki masalah ini.

Namun, tim investigasi itu, lanjut dia, hanya tim biasa-biasa saja karena memang tugas mereka adalah pengawasan. "Itu memang tugasnya. Kalau kementerian LHK kan ada tugasnya, sesuai UU untuk melakukan pengawasan," ucap Siti.

Setidaknya, ada tujuh dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menerbitkan izin pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Pertama, penerbitan izin reklamasi tanpa adanya Perda Recana Zonasi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Pasal 30 ayat 3.

Pasal itu menyatakan, perubahan peruntukan dan fungsi zona inti yang bernilai strategis ditetapkan menteri dengan persetujuan DPR dan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kedua, tidak ada konsultasi secara kontinu Pemprov DKI dan kementerian terkait sehingga bertentangan dengan pasal 51 ayat 1 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menyatakan menteri berwenang:

a. menerbitkan dan mencabut izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya yang menimbulkan dampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis terhadap perubahan lingkungan;

b. menetapkan perubahan status zona inti pada kawasan konservasi nasional.

Ketiga, izin reklamasi tidak dapat dikeluarkan berdasarkan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW), melainkan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Saat ini, Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Perda RZWP3K.

Keempat, Provinsi DKI Jakarta tidak mempunyai landasan peneribitan izin reklamasi Teluk Jakarta.

Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 mengenai izin reklamasi.

Kelima, langkah Pemprov DKI menerbitkan izin reklamasi berpotensi merusak lingkungan hidup karena tidak didasarkan pada kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).

Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, KLHS wajib dilibatkan dalam penyusunan, evaluasi kebijakan, rencana, dan program yang berpotensi merusak lingkungan hidup.

Keenam, penerbitan izin reklamasi di luar kewenangan Pemprov DKI Jakarta. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengatur dan menetapkan kawasan perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) termasuk Kepulauan Seribu (DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat).

Ketujuh, Pemprov DKI Jakarta Menerbitkan izin reklamasi tanpa mengindahkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement