Ahad 17 Apr 2016 17:24 WIB

Ratusan Ribu Ton Garam Petani Cirebon Menumpuk di Gudang

Rep: Lilis Handayani/ Red: Nur Aini
Petani memanen garam (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petani memanen garam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,CIREBON -- Memasuki April, sedikitnya 130 ribu ton garam hasil produksi petani di Kabupaten Cirebon masih menumpuk di gudang. Rendahnya kualitas garam maupun membanjirnya garam impor, menjadi penyebab kondisi tersebut.

''Garam menumpuk karena belum terserap,'' ujar Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon, Insyaf Supriadi kepada Republika.co.id, Ahad (17/4).

Produksi garam petani di Kabupaten Cirebon pada 2015 lalu mencapai sekitar 500 ribu ton. Seharusnya, pada Maret- April 2016, stok garam sudah habis terserap atau hanya tinggal sedikit.

''Di bulan ini stok garam yang belum terserap harusnya hanya di kisaran 30 ribuan ton. Tapi nyatanya masih 130 ribuan ton,'' tutur Insyaf.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Petani Garam Indonesia (IPGI) itu mengungkapkan, banyaknya garam petani yang belum terserap itu disebabkan rendahnya kualitas garam tersebut. Hingga kini, garam yang dihasilkan petani di Kabupaten Cirebon baru kualitas dua dan kualitas tiga.

Rendahnya kualitas garam itu di antaranya terlihat dari segi warna maupun tingkat kekeringan kristalisasinya. Dari segi warna, kualitas garam petani di Kabupaten Cirebon kurang putih. Selain itu, tingkat kekeringan kristalisasinya juga kurang.

Padahal, garam yang diserap industri dan disukai masyarakat adalah garam kualitas nomor satu, yakni garam yang berwarna putih bersih dan tingkat kekeringan kristalisasinya tinggi.

Insyaf menerangkan, rendahnya kualitas garam, terutama yang menyangkut soal warna disebabkan kotornya air laut yang masuk ke areal tambak. Hal itu akibat ketiadaan breakwater di sekitar areal tambak.

Insyaf menyebutkan, breakwater yang sangat dibutuhkan petani tambak di Kabupaten Cirebon itu terbentang mulai dari daerah Rawaurip hingga Pengarengan, yang merupakan sentra tambak garam. Panjangnya sekitar empat kilometer.

''Akibat ketiadaan breakwater, lumpur banyak yang masuk ke saluran utama. Inilah yang menyebabkan warna garam menjadi tak jernih,'' terang Insyaf.

Insyaf menuturkan, pihaknya sudah berulangkali meminta pada BBWS untuk segera memasang breakwater. Namun, jawaban BBWS, pemasangan breakwater belum bisa terealisasi karena ketiadaan anggaran.

Insyaf menambahkan, selain rendahnya kualitas garam, banyak garam petani yang belum terserap juga akibat maraknya garam impor. Garam impor tersebut memiliki kualitas tinggi sehingga banyak disukai industri maupun konsumen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement