Jumat 15 Apr 2016 07:45 WIB

DKI Diminta Sadar Reklamasi tak Urgen

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ilham
Foto proyek reklamasi teluk jakarta. (Republika/Reiny Dwinanda)
Foto: Republika/Reiny Dwinanda
Foto proyek reklamasi teluk jakarta. (Republika/Reiny Dwinanda)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menilai, tidak ada hal mendesak untuk pembangunan 17 pulau dalam proyek relamasi Teluk Jakarta, khususnya untuk masyarakat di Pantai Utara Jakarta.

"(Tak ada urgensinya) makanya saya bilang kenapa harus bikin 17 pulau," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (14/4).

Ia mengingatkan, kawasan Jakarta terdiri dari lima wilayah dan satu kabupaten, yakni Kepulauan Seribu. Sehingga, ia mempertanyakan alasan Pemprov DKI Jakarta untuk lebih memilih membangun 17 pulau ketimbang memanfaatkan 1.000 pulau yang ada di Kepulauan Seribu.

"Kepulauan Seribu itu punya Jakarta. Apa iya 1.000 pulau masih kurang? Sehingga perlu reklamasi untuk buat 17 pulau baru, ini ada 1.000 plau alami malah tak diolah," kata Nirwono.

Menurutnya, cara berpikir Pemprov DKI Jakarta dan pengembang harus diubah. Jangan hanya berpikir untuk ekonomi jangka pendek yang menguntungkan pengembang. Pemprov DKI Jakarta harus memikirkan bagaimana kesejahteraan masyarakat pesisir dan kelanjutan lingkungan di pesisir.

Nirwono juga mempertanyakan, reklamasi model apa yang rencananya akan dikebangkan di Pantai Utara Jakarta. Sebab, ia mengatakan, 8 dari 17 proyek reklamasi Teluk Jakarta diinisiasi oleh pengembang.

Seharusnya, pemerintah daerah dapat berpikir, kenapa harus membangun 17 pulau, sementara ada 1.000 pulau dari alam. Sehingga tidak ada alasan dan dasar kuat pembangunan 17 pulau tersebut.

"Jadi posisi pemerintah sendiri harus sadar, tidak ada alasan kuat dia harus paksakan pembangunan 17 pulau reklamsi tadi. Jangan dijadikan anak tiri Kepulauan Seribu, seolah-olah jauh dari Jakarta," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement