REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menilai, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak mempunyai cetak biru penanganan sejumlah bencana ekologis yang terjadi di Pantai Utara, Jakarta.
"Menurut saya, sampai sekarang Pemprov DKI Jakarta tidak mempunyai cetak biru penataan atau penanganan bencana ekologis di Pantai Utara," kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (14/4).
Ia menjabarkan, sejumlah permasalahan ekologis yang terjadi di Pantai Utara yakni, terjadi penurunan muka tanah antara delapan sampai 24 cm per tahun. Terjadi kenaikan muka air laut setinggi empat hingga delapan sentimeter per tahun.
Kemudian, terjadi abrasi pantai yang di karenakan hutan mangrove di lokasi tersebut tinggal sepanjang lima kilometer (km) dari total panjang Pantai Utara, yakni 32 km.
"Artinya kan sudah tinggal sedikit, sangat kritis (hutan mangrove)," ujar dia.
Selain itu, Nirwono melanjutkan, Pantai Utara menjadi limbah 13 sungai. Ia mempertanyakan, kenapa Pemprov DKI Jakarta tidak menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut, sebelum berbicara soal reklamasi Teluk Jakarta.
"Karena masalah di laut itu, dimulainya dari masalah di darat. Kalau di darat tidak diberesin, apalagi terjadi di laut," tutur Nirwono.
Ia mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk mencari cara mencegah muka air tanah yang menurun, mengatasi abrasi serta membenahi kerusakan hutan mangrove. "Itu yang tidak dilakukan tapi langsung loncat mau bikin reklamasi sama tanggul raksasa," imbuhnya.