REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan hasil investagasi mengenai pengempalangan pajak dalam Panama Papers sempat kegaduhan dalam negeri. Sebab dalam jurnal tersebut terkuak adanya perusahaan, pengusaha maupun pejabat negara yang tercantum dalam laporan tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia Untuk Transparansi Indonesia (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus mengambil langkah dengan membuat langkah stategis. Langkah ini bisa dimulai dengan membentuk tim investigasi agar untuk melakukan penyelidikan.
"Jokowi dalam hal ini kecolongan. Karena sistem LHKPN (Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara) nya tidak terbangun dengan baik, karena sistemnya masih konvensional dan hanya formalitas administasi," kata Yenny dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (14/4).
Data ini pun, lanjut Yenny, tidak dilanjutkan dengan investigasi lebih sampai sejauh mana pejabat negara memiliki aset yang dilaporkan. Untuk itu, kebijakan strategis yang diperlukan saat ini adalah penyelidikan terhadap nama-nama pejabat atau lingkaran kekuasaan yang namanya ada dalam laporan Panama Papers.
Dari data yang didapat FITRA, per Maret 2016 saja terdapat sekitar 90 ribu pejabat negara yang tidak melaporkan Harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini kemudian menciptakan bola liar praduga masyarakat bahwa pejabat negara yang namanya disebutkan dalam laporan Panama Papers teridikasi tidak melaporkan Harta kekayaan kepada KPK, ataupun melaporkan namun datanya tidak benar.
"LHKPN KPK ini sebagai bentuk nyata Transparansi dan akuntabilitas pejabat negara, maka hubungannya dengan Panama Papers sangat berkaitan," papar Yenny.