Kamis 14 Apr 2016 11:42 WIB

Kasus Siyono Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
 Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani menujukkan hasil autopsi dari tim forensik Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono di kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Senin (11/4). (Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani menujukkan hasil autopsi dari tim forensik Muhammadiyah terhadap jenazah Siyono di kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Senin (11/4). (Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Kasus Siyono dinilai menjadi pelajaran berharga bagi Polri. Kasus ini sudah memicu keberanian publik untuk melakukan autopsi ulang terhadap korban kekerasan yang dilakukan polisi.

"Autopsi ulang ini menunjukkan bahwa independensi dan profesionalisme tim foresik Polri makin diragukan publik," kata Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane, Kamis (14/4).

IPW menilai kasus autopsi ulang jenazah Siyono menjadi pukulan telak bagi profesionlisme Polri. Selama ini sudah banyak keluhan publik terhadap perilaku Densus 88 yang cenderung menjadi eksekutor. Namun sayangnya, tidak pernah ada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Densus 88 dan tidak ada pengawasan maksimal.

Neta mengatakan kasus Siyono menjadi titik awal keberanian publik untuk menggugat kinerja Densus 88. IPW sepakat terorisme harus diberantas tuntas dari negeri ini. "Tapi siapa pun tidak boleh bertindak sewenang-wenang atas nama pemberantasan terorisme, apalagi tugas utama polisi adalah melumpuhkan tersangka dan bukan menjadi algojo," kata dia.

IPW pun memberi apresiasi pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang sudah melakukan autopsi ulang pada jenazah Siyono yang tewas setelah ditangkap Densus 88.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement