Kamis 14 Apr 2016 04:21 WIB

Aksi Parkour di Candi Borobudur, Ini Tanggapan Kemendikbud

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Hazliansyah
Cuplikan iklan Redbull yang menampilkan aksi parkour di Candi Borobudur.
Foto: Youtube
Cuplikan iklan Redbull yang menampilkan aksi parkour di Candi Borobudur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan telah memberikan teguran kepada pihak Red Bull yang telah mendokumentasikan Candi Borobudur tanpa seizin pemerintah. Teguran tersebut langsung ditanggapi dengan menghapus iklan tersebut di websitenya.

“Namun sayangnya video itu sudah jadi viral dan diunggah di berbagai media termasuk youtube,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Kemendikbud, Hilmar Farid kepada wartawan dalam acara Bincang Santai Ditjen Kebudayaan di Gedung E, Kemendikbud, Jakarta, Rabu (13/4).

Hilmar menerangkan, teguran yang disampaikan Kemendikbud tidak hanya berkaitan dengan tidak adanya izin pengambilan video iklan tersebut. Namun lebih kepada aksi yang dilakukan aktor dalam video tersebut. Aksi parkour aktor tersebut dianggap membahayakan situs candi Borobudur.

Parkour merupakan seni bergerak yang bertujuan untuk membantu manusia bergerak cepat dan tepat. Seni ini biasanya melakukan beberapa gerakan seperti berlari, memanjat, meloncat dan sebagainya di berbagai situasi maupun kondisi.

Menurut Sejarawan Indonesia ini, tindakan tersebut jelas telah melanggar Undang-undang (UU) Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 92. Adapun bunyi pasal tersebut, yakni “Setiap orang dilarang mendokumentasikan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa seizin pemilik dan/atau yang menguasainya.”

Sementara ihwal pidananya tertera pada pasal 111, yang berbunyi “Setiap orang yang tanpa izin pemilik dan/atau yang menguasainya, mendokumentasikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

“Yang kita mau, mereka harus membayar damage, bukan duitnya, ya,” ujar Hilmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement