REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong dilakukannya evaluasi di internal Densus 88 terkait prosedur penangkapan Siyono. Selama ini, Densus 88 dinilai beberapa kali melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam melaksanakan tugasnya.
Kendati demikian, JK menilai, pelanggaran yang terjadi tidak dilakukan oleh Densus sebagai lembaga. Namun lebih pada pelaksanaan prosedur penangkapan oleh anggotanya.
"Kalau pelanggaran itu, pastilah itu bukan densus sebagai lembaga. Tapi tata cara yang dilakukan oleh anggota itu harus betul-betul ada yang mengawasinya," kata JK di bandara internasional Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Rabu (13/4).
Sebab itu, dengan adanya peristiwa ini, JK tak sepakat jika densus 88 harus dibubarkan. Menurut dia, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap prosedur penangkapan terduga teroris.
"Prosedurnya, apa yang harus diperbaiki. Contohnya sebenarnya seperti dikatakan, prosedurnya tidak boleh sendirian menangkap orang kan. Kenapa dia sendirian, berarti bukan prosedurnya yang keliru. Efektifitas prosedurnya yang harus diperbaiki," jelas JK.
Lebih lanjut, kesalahan dalam melaksanakan prosedur tidak hanya dilakukan oleh densus 88, namun juga dilakukan oleh lembaga lainnya. Sehingga apabila lembaga yang melakukan pelanggaran harus dibubarkan, maka ia menilai seluruh lembaga di Indonesia dapat dibubarkan semua.
"Tidak harus tiba-tiba ada kejadian begitu, densusnya dibubarin. Nanti seluruh lembaga di Indonesia dibubarin. Karena lembaga apa sih yang tidak melanggar," kata JK.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, siap bertanggung jawab bila terdapat kejanggalan dalam pemberantasan terorisme. Ia merespons hasil autopsi Siyono, warga Klaten, yang tewas setelah dijemput Detasemen Khusus (Densus) 88.